BEBERAPA waktu lalu, warga Desa Wlahar Wetan, Kecamatan Kalibagor, Banyumas, harus merogoh kocek lebih dalam demi sawah dan ladangnya. Mereka harus mengeluarkan dana Rp 1,2 juta hanya untuk membeli bahan bakar pompa diesel yang digunakan menyedot air.
Kepala Desa Wlahar Wetan, Slamet Zaenudin menuturkan, lahan pertanian di desa tersebut mencapai 80 hektar. Para petani hanya bisa mengandalkan curah hujan.
“Kalau kemarau panjang seperti ini pasti kering. Sawah di utara desa, tidak bisa ditanami karena lahannya mengering. Irigasi juga kering. Setahun kemarin hanya bisa tanam 1 kali waktu musim hujan. Ada yang mencoba tanam dua kali tapi gagal,” kata dia, di sela peresmian Instalasi Pompa Air Tenaga Surya, di Boemi Tambangan, Desa Wlahar Wetan, Kecamatan Kalibagor, Banyumas.
Slamet berujar, meski wilayah desa berada di tepi Sungai Serayu, warga tetap kesulitan mencari sumber mata air. Mereka harus menggunakan mesin diesel untuk mengairi lahan. Mesin itu dipakai secara bergantian oleh petani dari desa tetangga seperti Desa Sokawera, Wlahar Kulon dan Kaliori.
Dia mengaku pernah mencoba untuk menormalisasi saluran irigasi sekunder untuk menyedot air dari Daerah Aliran Sungai Banjaran. Namun, upaya tersebut gagal, lantaran jaraknya terlalu jauh yakni 10 kilometer.
“Kalau yang di pinggir Sungai Serayu bisa langsung sedot dengan diesel. Tapi ongkosnya mahal. Dari embung juga bisa, tapi embung hanya terisi air kalau musim hujan. Sekarang kering,” tuturnya.
Persoalan yang dihadapi warga Wlahar Wetan itu ditangkap oleh tenaga ahli Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokert. Kamis (7/11) siang itu, mereka meresmikan instalasi listrik tenaga surya yang dapat memompa air dari Sungai Serayu.
“Secara prinsip sama pompa air biasa di perumahan. Bedanya ini memakai sumber tenaga surya,” kata Tenaga ahli Program Pendampingan Desa Binaan Fakultas Pertanian Unsoe, Arief Sudarmaji ST MT PhD.
Ongkos Pasang
Bersama tim desa binaan, dia merakit pompa air bertenaga surya untuk mengatasi kekurangan air bagi lahan pertanian. Alat yang terdiri atas dua panel surya itu memiliki kapasitas 200 watt.
Instalasi listrik ini sanggup menghidupkan pompa air dengan berdaya 125 watt. Bila dinyalakan, pompa tersebut sanggup menaikkan air dari Sungai Serayu dengan jarak 32 meter dan tinggi 4 meter. Di lahan yang menjadi percontohan terpasang sprinkel pada tiga titik dengan jarak 30 meter dari pompa.
Pemasangan alat, kata Arief ini menelan biaya maksimal Rp 7 juta belum termasuk ongkos pasang. Meski panel surya merupakan barang impor namun mudah dipesan melalui laman jual beli daring.
Arief mengaku pernah memasang instalasi semacam ini di Brebes untuk mengairir lahan bawang. Sementara di daerah pesisir Cilacap terdapat di wilayah Adipala dan Banjarsari, Kecamatan Nusawungu.
“Tadinya saya mau pakai (tenaga) angin, tapi anginnya kurang stabil. Kalau memakai ini lebih hemat biaya. Petani tak perlu lagi membeli air dan ramah lingkungan. Kemungkinan kalau butuh perawatan ya hanya akinya,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unsoed, Rifda Naufalin mengatakan, Wlahar Wetan termasuk pada program desa binaan Unsoed. Program ini sudah berjalan memasuki tahun kedua.
“Tahun ketiga nanti saya mohon masyarakat bisa mengungkapkan masalah apa lagi yang dihadapi. Nanti kita pecahkan bersama-sama. Masyarakat juga bisa menjadi kader untuk menjelaskan tentang teknologi yang diterapkan di sini,” ujarnya. (Nugroho Pandhu Sukmono-20)