SELAMA work from home (WFH) saat awal pandemi, Muhtar Yusuf (36) Kepala MI Muhammadiyah Karangtalun Kidul, Kecamatan Purwojati, Banyumas berhasil membudidayakan melon varietas golden aroma dengan sistem hidroponik NFT. Tak sia-sia selama setahun ini ia berhasil meraup puluhan juta rupiah, selama pandemi berlangsung.
“Saya awalnya menanam lima pohon melon untuk ujicoba di depan rumah dengan hidroponik sistem tetes. Saya siram secara manual waktu itu. Kemudian saya coba lagi 200 pohon dengan sistem hidroponik NFT tanpa greenhouse. Saya belajar dari YouTube dan artikel di google,” jelas Mukhtar.
Setelah berhasil menanam 200 pohon melon itulah, ia membuat greenhouse dan menanam kembali 500 pohon. Dengan sistem hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) ia menanam melon dengan media tanam berupa air ‘full’. Dalam rangkaian paralon yang dilubangi inilah air sebagai media tanam beserta nutrisi makanan dipompa secara periodik untuk kebutuhan tumbuh kembang melon ini.
“Ketika ada permasalahan saya buka lagi di YouTube dan cari artikel di Google. Intinya kita belajar terus, ketika ada masalah justru itu menjadi tambah ilmu baru. Jadi pandemi ini, WFH dan PPKM justru menjadi hikmah bagi saya untuk belajar di bidang lain,” ujarnya.
Ayah dua anak ini menjelaskan untuk menanam 500 pohon melon jenis golden aroma hingga panen membutuhkan waktu 80 hari. Dibandingkan jenis melon lainnya, jenis melon ini mempunyai bentuk dan rupa buah yang unik menarik, tekstur dagingnya berwarna orange dan renyah dengan tingkat kemanisan 17 brik. Untuk standar kebutuhan buah melon di toko buah, pasar modern dan supermarket biasanya tingkat kemanisan dipatok minimal 12 brik.
“Saya biasanya menyisakan satu pohon satu buah. Biasanya satu buah beratnya 1,5 kilogram. Investasi terbesar dari bertanam melon ini adalah greenhouse saja. Kalau operasional yaitu biji, pupuk atau nutrisi dan perawatan cukup rendah. Untuk pompa air juga pakai aerator akurium sehingga untuk biaya listrik paling hanya Rp 25 ribu,” kata pemasok melon ke supermarket di Kota Purwokerto.
Ia menyebutkan untuk investasi bertanam melon sebanyak 500 pohon dibutuhkan luas lahan greenhouse sekitar 150 meter persegi. Greenhouse dari bahan bambu hanya cukup dana sekitar Rp 35 juta. Sementara ketika dibuat permanen dengan instalasi besi dan sebagainya bisa mencapai Rp 60 juta.
“Dari 500 pohon itu kita hitung satu phon 1,5 kiloegram, maka hasilnya 750 kilogram. Taruhlah dikurangi angka kematian 50 kilogram, maka hasil bersih misalnya 700 kilogram. Dengan harga Rp 30 ribu, kita bisa mendapatkan Rp 21 juta dikurangi operasional, biji, pupuk nutrisi dan perawatan, ongkos tenaga kerja Rp 5 juta. Maka hasil bersihnya Rp 16 juta sampai dengan panen,” ungkap petani milenial yang kini telah menanam 1500 pohon.
Dari pengalaman itulah, ia berpesan kepada para pemuda termasuk pengangguran untuk bisa melirik dunia pertanian modern. Dengan berbagai ilmu pertanian modern yang bisa diakses lewat media sosial, tidak ada alasan untuk tidak bisa belajar.
“Yang penting kunci suksesnya kita adalah mulai melangkah. Ketika dapat masalah jangan cepat putus asa, pasti ada jalan keluar. Dan satu lagi jangan pelit berbagi ilmu, karena ilmu itu otoritasnya Alloh SWT,” jelas yang kini turut berbagi ilmu hidroponik lewat akun YouTube Muhtar Yusuf (Petani Milenial).(Susanto-)