Oleh : Nanang Sugiri SH
Tribhata Banyumas
BANYUMAS – Dalam ilmu hukum secara umum dikenal dua pengertian hukum yakni hukum formil dan materiil. Hukum formil adalah yang berkaitan tentang bagaimana tata cara pelaksanaan penegakkan hukum suatu peraturan Perundang undangan atau dikenal dengan hukum acara. Kemudian yang kedua adalah hukum materiil yaitu apa yang tertuang atau dituliskan berkaitan dengan penegakkan hukum itu sendiri.
Dalam prinsip umum pengertian hukum materiil adalah *hal hal yang tidak dilarang berarti diperbolehkan*. Akan tetapi dalam prinsip umum hukum formil adalah *hal hal yang tidak diperintahkan tidak boleh dilakukan*.
Dalam penyelenggaraan pemilu maupun pemilukada berkaitan dengan hukum formil diantaranya adalah berkaitan tata cara, tahapan maupun kampanye pemilu atau pemilu kada yang sudah diatur dalam semua peraturan perundang-undang yang mengaturnya, baik dalam UU, PKPU, PKPUD maupun dalam Pedoman teknis yang ada.
Dalam hukum Administerasi negara atau tata usaha negara, dikenal adanya hukum acara tata peradilan yakni hukum acara tata usaha negara yang menjadi ranah peradilan atau yudikatif. Kemudian di sisi lain, dalam hukum administerasi negara dan hukum tata usaha negara dikenal hukum acara Administerasi negara atau hukum acara TUN yang berlaku pada lingkup pemerintahan, contohnya adalah dalam hal bagaimana tata cara membongkar suatu bangunan yang menyalahi aturan dan bagaimana tata cara mengajukan perizinan-perizinan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan. Kemudian contoh dalam penyelenggaraan pemilukada adalah bagaimana membuat aturan-aturan, jadwal, tata cara kampanye, bagaimana mekanisme alat peraga kampanye seperti baliho poster poster. Hal tersebut adalah menjadi ruang lingkup dari KPU maupun KPUD. Dan harus diatur dalam hukum acara atau hukum formil penyelenggaraan pemilu atau pemilukada.
Dalam pelaksanaannya berkaitan dengan formalitas juga harus tunduk dalam hukum acara tersebut. Sebagai contoh dalam hal kampanye juga harus tunduk dalam pasal 18 dan Pasal 27 ayat 1 sampai dengan 7 PKPU Nomor 13 Tahun 2024 maupun dalam Pedoman Teknisnya.
Pemasangan baliho kotak kosong, pemasangan banner kotak kosong itu sendiri tidak diatur, maka mengacu pada prinsip hukum formil hal itu tidak dapat dilakukan.
Dalam prisip hukum formil atau hukum acara jelas memerlukan suatu kepastian hukum dan tidak boleh ada penafsiran. Oleh karena itu, apa yang tidak diperintahkan atau tidak ditentukan dalam hukum acara, berarti tidak boleh dilakukan.
KPUD sebagai penyelenggara pemilu di daerah mestinya menyelenggaran forum-forum terlebih dahulu atau mensosialisasikan pemahaman khususnya mengenai peraturan-peraturan yang dikeuarkan oleh KPUD sehingga pemahaman Hukum secara formil maupun materiil dapat tersampaikan secara luas.
Berkaitan dengan tujuan pemilu yang diantaranya adalah untuk memilih wakil/ kepala daerah secara langsung, umum, bebas, rahasia dan adil berdasarkan pancasila dan UUD 1945 guna memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis.
Kemudian dalam undang-undang yang berkaitan dengan pemilukada khususnya, secara filosofi tujuan pemilu bukan untuk membuat atau menjadikan kotak kosong sebagai pemenang dan juga tidak untuk dijadikan atau diposisikan sebagai kompetitor dari pasangan calon yang ada.
mengkampanyekan kolom kosong atau kotak kosong dengan memasang baliho-baliho maupun reklame dan poster hal tersebut adalah masuk ranah hukum acara atau masuk dalam ranah hukum formil Penyelenggaran Pemilukada maka hal tersebut harus ada tata caranya baik tata cara yang dituangkan dalam undang undang, PKPU, PKPUD maupun dalam pedoman teknis yang ada dan pemasangan baliho, reklame maupun spanduk yang mengkampanyekan kotak kosong adalah jelas bertentangan dengan hukum formil atau hukum acara penyelenggaraan Pemilukada.
Mengacu pada prinsip umum pengertian hukum formil, artinya apa yang tidak diperintahkan berarti tidak boleh dilakukan, maka seharusnya KPUD Banyumas menolak tindakan-tindakan tersebut. Pemasangan baliho-baliho, Reklame, spanduk maupun poster ketika tidak sesuai dengan mekanisme adalah tindakan ilegal dan KPUD dapat melakukan tindakan pencopotan.
jika penyelenggara pemilu KPUD tidak mengambil langkah atau penindakan tegas atau bahkan diam saja, maka ada etika pemilu yang dilangggar.
Dalam kode etik pemilu atau dikenal dengan etika pemilu diantaranya adalah penyelenggara pemilu harus merapkan azas yang mengutamakan kepastian hukum.
Sikap diam dari Penyelenggara pemilu dapat dikatakan sebagai pelanggaran etika pemilu yaitu dalam hal tidak melaksanakan azas kepastian hukum sebagaimana diatur dan dimaksud dalam pasal 11 peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 dan dari sisi atau ranah Hukum Tata Usaha Negara (TUN) Patut diduga telah terjadi perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam ini penyelwnggara pemilu atau _Onrechmatige Overheidsdaad_