PURWOKERTO – Guna mempercantik tampilan, Alun-alun Purwokerto saat ini telah di renovasi. Sejumlah pengerjaan di lakukan untuk menambah keindahan dan kesan rapi Alun-alun. Di antaranya berupa pelebaran pedestrian, perapian rumput, pemasangan lampu dan lain-lain.
Alun-alun (dulu di tulis aloen-aloen atau aloon-aloon dan dengan keliru alon-alon), merupakan suatu lapangan terbuka yang luas dan berumput yang dikelilingi oleh jalan dan dapat digunakan kegiatan masyarakat yang beragam.
Berikut sejarah perkembangan Alun-alun dari waktu ke waktu:
1. Zaman Hindu-Budha, Alun-alun telah ada (Buku Negara Kertagama, menyatakan di Trowulan terdapat Alun-alun). Asal usulnya dari kepercayaan masyarakat tani yang setiap kali ingin menggunakan tanah untuk bercocok tanam, maka haruslah di buat upacara minta izin kepada “dewi tanah”. Yaitu dengan jalan membuat sebuah lapangan “tanah sakral” yang berbentuk “persegi empat” yang selanjutnya di kenal sebagai Alun-alun.
2. Masa kerajaan Mataram, di Alun-alun depan istana secara rutin rakyat Mataram “seba” menghadap Penguasa (lihat Keraton Yogyakarta). Alun-alun pada masa ini sudah berfungsi sebagai pusat administratif dan sosial budaya bagi penduduk pribumi.
Fungsi administratif: masyarakat berdatangan ke Alun-alun untuk memenuhi panggilan ataupun mendengarkan pengumuman atau melihat unjuk kekuatan berupa peragaan bala prajurit dari penguasa setempat.
Fungsi sosial budaya dapat di lihat dari kehidupan masyarakat dalam berinteraksi satu sama lain, apakah dalam perdagangan, pertunjukan hiburan ataupun olahraga. Untuk memenuhi seluruh aktivitas dan kegiatan tersebut Alun-alun hanya berupa hamparan lapangan rumput yang memungkinkan berbagai aktivitas dapat dilakukan.
3. Masa masuknya Islam, bangunan masjid di bangun di sekitar Alun-alun. Alun-alun juga di gunakan sebagai tempat kegiatan-kegiatan hari besar Islam termasuk Salat Idul Fitri. Pada saat ini banyak Alun-alun yang di gunakan sebagai perluasan dari masjid, seperti Alun-alun Kota Bandung.
Konsep Alun-alun menurut Islam adalah sebagai ruang terbuka perluasan halaman masjid untuk menampung luapan jamaah dan merupakan halaman depan dari keraton. Syiar Islam telah membawa perubahan dalam perancangan pusat kota, sehingga alun-alun, keraton dan Masjid berada dalam satu kawasan yang di dekatnya terdapat jalur transportasi.
4. Pada periode berikutnya kehadiran kekuasaan Belanda di Nusantara, ikut memberi warna bentuk baru dalam tata lingkungan Alun-alun. Hal ini terlihat dengan di dirikannya bangunan penjara pada sisi lain Alun-alun, termasuk di Alun-alun Yogyakarta.
Pendirian bangunan-bangunan untuk kepentingan Belanda, sekaligus mengurangi fungsi simbolis Alun-alun, kewibawaan penguasa setempat (penguasa pribumi).
5. Periode zaman kemerdekaan, banyak Alun-alun yang berubah bentuk. Salah satunya Alun-alun Malang. Faktor pendorong pertumbuhan ini macam-macam di antaranya kebijakan pemerintah, aktivitas masyarakat, Perdagangan dan Pencapaian (Dadang Ahdiat, 1993).(*-)
Sumber : Wikipedia