PURWOKERTO – Wisata air Sungai Serayu di wilayah Kabupaten Banyumas mulai digarap serius oleh Pemkab Banyumas bersama masyarakat di sepanjang bantaran sungai tersebut.
Gagasan besar untuk memanfaatkan potensi kawasan sungai utama di wilayah Jateng selatan barat ini, sudah dirintis cukup lama, dengan konsep wisata Serayu River Voyage (SRV).
Namun ini belum bisa dilaksanakan karena masih terbentur dengan regulasi dari sejumlah instansi lintas sektoral. Sehingga, konsep wisata air yang digarap lebih awal, yakni wisata susur Sungai Serayu. Ini ditandai dengan pembangunan infrastruktur sejumlah halte dan dermaga. Kemudian dirintis pembentukan paguyuban pelaku wisata, yang melibatkan masyarakat desa di sepanjang bantaran sungai.
Mengingat destinasi wisata ini masih tergolong baru, sehingga dengan diinisiasi oleh pimpinan DPRD Kabupaten Banyumas, sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) terkait diajak untuk studi banding ke Kabupaten Pangandaran, Senin (22/11) dan Selasa (23/11) lalu.
Studi komperatif ini untuk menimba pengalaman pengelolaan sejumlah objek wisata, khususnya wisata yang memanfaatkan air sungai, di kawasan Green Canyon maupun tempat lain.
Kemudian kunjungan lapangan untuk melihat lebih dekat dinamika pengelolaan maupun kondisi objek wisatanya.
Rombongan meliputi unsur pimpinan dewan, pimpinan fraksi dan perwakilan OPD, diterima Kepala UPTD Green Canyon Ruslan dan Ketua Kelompok Penggerak Pariwisata (Kompepar) Baban Rusmiadi yang juga sebagai Pengelola Teknis Green Canyon.
Ketua DPRD Banyumas, dr Budhi Setiawan menyampaikan, wisata yang memanfaatkan alam, yakni air sungai di Banyumas tidak beda jauh dengan di Pangandaran, khususnya Green Canyon.
Objek wisata seperti ini tidak perlu dimodifikasi banyak. Tinggal bagaimana cara mengelola, supaya masyarakat dan wisatawan bisa puas. Di Banyumas sendiri, selain Sungai Searyu, juga banyak ditemukan wisata sungai baru, seperti curug maupun arum jeram, kendati masih skala kecil.
”Ibaratnya ke Green Canyon dari dermaga naik perahu selama 45 menit, dan di sana dikasih waktu sekitar 15-30 menit untuk menikmati,tapi ini memiliki daya tarik besar. Ternyata cara menjualnya yang hebat, ini yang perlu ditiru untuk Banyumas yang sedang mengembangkan wisata susur Sungai Serayu,” katanya.
Semua Harus Sudah Siap
Budhi berharap, saat wisata susur Sungai Serayu resmi beroperasi, semuanya harus sudah siap. Mulai dari infrastruktur, pengelolaan, tingkat keamanan wisatawan, pelibatan kelompok-kelompok masyarakat setempat, supaya tidak muncul konflik, hingga meminimalisasi resiko di sepanjang rute dari Kecamatan Somagede hingga Rawalo.
Ketua Kompepar Green Canyon Baban Rusmiadi mengatakan, kunjungan wisatawan ke Green Canyon mulai ramai saat sejumlah wisatawan dari Belanda dan Jerman datang. Saat susur sungai, mereka merasa menemukan keindahan alam sungai yang menyerupai Green Canyon di
Nevada AS. Sejak itulah, nama Green Canyon Pengandaran menjadi terkenal.
”Kalau bicara pariwisata sebenarnya Banyumas sudah lebih dulu terkenal, dengan wisata Baturraden. Bahkan curugnya lebih banyak di Banyumas, ada sekitar 30 destinasi yang lagi viral. Kalau Green Canyon mulai dikunjungi wisatawan tahun 1990-an,” terangnya.
Green Canyon itu berada di empat wilayah desa di dua kecamatan. Awalnya Green Canyon hanya melayani wisatawan mancanegara rute Pengandaran-Batu Karas (sungai). Saat susur sungai, mereka menemukan Cukang Tangan (jembatan tangan), yang kini dikenal dengan nama Green Canyon. Daya tariknya, air yang mengalir warna hijau, penuh dengan lembah dan tebing.
”Tahun 1990-an masih memakai perahu kayu dayung, trip perjalanan satu hari full. Tapi sekarang perahu fiber bermesin tempel. Ada 90 armada perahu yang tersebar di 15 dermaga. Perahu mesin dan dermaga itu ada yang milik perorangan, karang taruna, kelompok,” jelas dia.
Dan awalnya mereka saling bersaing baik harga dan pelayanan. Karena persaingan tidak sehat, akhirnya muncul polemik permasalahan. Sehingga antarkelompok sering bertengkar.
”Sejak tahun 1994, mereka yang terlibat dalam destinasi wisata ini berembug (empat desa). Dan sejak tahun itu berdirilah kelompok penggerak pariwisata (Kompepar) ini,” ujarnya.
Menurutnya, puncak kunjungan wisatawan tahun 2015 lalu. Sehingga sempat kewalahan, sehingga dibuka wahana wisata baru, seperti body raifting dengan dilayani lima operator.
Kompepar membawahi 80 armada perahu, lima operator body raifting dan 30 pedagang.
”Jika ada yang melakukan pelanggaran tetap diberi sanksi mulai dari tidak boleh beroperasi untuk sementara waktu dan terberat perahunya diangkat dari sungai,” katanya.
Untuk pengelolaan, pembagian hasil dari pengenaan tarif, katanya, 15 persen disetorkan untuk pendapatan asli daerah (PAD). Selebihnya untuk operasional, Jasa Raharja dan lainnya.
Salah satu pegiat wisata di Banyumas, Deskart Sotyo Jatmiko, yang menjabat Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokompim) Setda menceritakan, sejak dibuka wisata susur Sungai Serayu, saat ini mulai banyak masyarakat yang membangun dermaga perahu wisata bantaran sepanjang 30 kilo meter yang berada di enam kecamatan.
Tugas berat yang yang bakal menanti, katanya, selain mengantisipasi terjadinya konflik seperti awal perjalanan Green Canyon, juga merubah pola pikir masyarakat sebelumnya sebagai
penambang pasir menjadi pelaku wisata sungai.
”Salah tugas berat kami adalah berupaya mengubah pola pikir masyarakat dari sebelumnya yang menambang pasir menjadi pelaku wisata,” ujarnya.
Sementara untuk mengetahui tentang pengelolaan semua sektor keparwisataan di Kabupaten Pangandaran, rombongan juga berdiskusi dengan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Pangandaran Tonton Guntari.
Kunci Keberhasilan
Menurut Tonton, kebersihan di objek wisata menjadi salah satu kunci keberhasilan pengelolaan pariwisata, karena wisatawan betah dan ingin kembali lagi.
”Pantai Parangtritis Yogyakarta, mulai ditinggalkan wisatawan karena kondisinya kotor, sehingga bergeser ke pantai-pantai yang lain. Sehingga kebersihan di pantai timur dan barat Pengandaran ini benar-benar fokus kita jaga,” katanya menggambarkan.
Kualitas kunjungan wisatawan, kata dia, bisa diukur lamanya menginap. Kemudian banyaknya membelanjakan uang. Saat akhir pekan, tanpa promosi, kunjungan wisatawan ke Pantai Pengandaran sudah padat.
”Yang menjadi PR di kami, pada hari-hari biasa (weekdays) yang berkunjung relatif sepi jika dibandingkan dengan akhir pekan (weekend). Dan target PAD di APBD perubahan 2021 sekitar
Rp 15 miliar, sudah di atas 90 persen. Saat akhir pekan, pendapatan yang masuk bisa sampai Rp 400 juta sendiri,” jelasnya.(aw-7)