PURWOKERTO – Bupati Banyumas Achmad Husein meminta Kepala Desa Plana Kecamatan Somagede, Yusin, dan Kepala Dusun (Kadus) setempat Kahudi untuk taat pada proses hukum yang sedang dialami.
“Ya, ikuti proses hukum yang sedang jalan saja,” pesan bupati, Kamis(23/1).
Bupati emngatakan itu saat dimintai tanggapan atas penanganan dugaan korupsi dana alokasi dana desa (ADD) dan dana desa (DD) tahun 2016-2018 yang ditangani Kejaksaan Negeri Banyumas.
Yusin dan Kahudi saat ditetapkan tersangka Kejari Banyumas hanya dikenai tahanan kota dan saat berkasnya dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Semarang. Dan sudah menjalani sidang kali pertama, Senin (20/1), statusnya tetap sama, tidak ditahan.
Sebelumnya, mereka mengajukan tidak ditahan dengan alasan masih menjalankan tugas pemerintahan desa setempat dan alasan kepentingan keluarga.
Terkait keberlangsungan jalannya pelaksanaan tugas Pemerintah Desa Plana, Kepala Bidang Pemerintahan Desa Dinas sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dinspermades) Dwi Nur Wijayanto mengaku belum bisa memproses lebih lanjut.
Pihaknya masuk menunggu laporan dari pihak kecamatan setempat. Hingga kemarin belum memberikan laporan. Padahal penetapan kedua tersangka oleh Kejari Banyumas sejak November 2019.
“Ya nanti akan kita proses sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku. Sekarang kami masih menunggu laporan dari kecamatan,” katanya saat dihubungi terpisah.
Sejak ditetapkan tersangka hingga persidangan sudah dilaksanakan, kedua tersangka statusnya tidak ditahan. Alasan jaksa dan majelis hakim, pertimbangannya mereka telah mengembalikan uang yang diduga dikorupsi hampir Rp 400 juta. Total anggaran senilai sekitar Rp 1,2 miliar penggunaan dana ADD dan DD tahun 2016-2018 (kegiatan fisik).
Dalam kasus tersebut, keduanya didakwa melanggar Pasal 9 dan Pasal 23 UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman maksimal lima tahun penjara, dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan maksimal Rp 250 juta.
Keduanya dianggap merugikan negara sekitar Rp 400 juta, dari APBDes Plana tahun 2016-2018 sekitar Rp 1,2 miliar untuk pos anggaran ADD dan DD untuk kegiatan fisik (infrakstruktur).
Menurut jaksa penuntut umum (JPU), terdakwa dianggap menyalahgunakan kewenanganan melakukan mark up atau penggelembungan anggaran dan pemalsuan laporan atas penggunaan dana ADD dan DD untuk sejumlah kegiatan fisik di desa setempat selama dua tahun anggaran. (G22-60)