PURWOKERTO – Asosiasi Perberasan Banyumas (APB) yang bermitra dengan Bulog Sub Divre Banyumas, yang memasok jenis komoditas pangan beras untuk program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), menjamin kualitas beras tetap terjaga.
“Beras yang kita salurkan itu kualitasnya lebih bagus, bisa dibilang medium plus. Sebelum kita salurkan ke keluarga penerima manfaat (KPM) lewat agen atau e-warung, kita olah dan proses setelah kita ambil dari gudang Bulog.
Nyatanya juga aman dikomsumsi para KPM, dan tidak dijual lagi,” Sekretaris APB, Faturochman, Kamis (19/3), menanggapi hasil pengecekan beras untuk BPNT oleh Komisi III dan IV DPRD Banyumas, Selasa (17/3) di Gudang Cindaga.
Menurutnya, kualitas beras untuk BPNT ini jika dibandingkan dengan penyaluran saat beras untuk masyarakat miskin (raskin) sangat berbeda, karena jenisnya sudah ditingkatkan. Kebanyakan beras masih baru, karena di gudang Bulog saat semua hampir habis stok panen lalu.
Sejak penyaluran Oktober 2019, berasnya memakai hasil pengadaan atau panen Mei2019 ke belakang. “Ini yang rencana untuk penyaluran Maret 2020, beras sudah kita ambil semua dari gudang Bulog dan sedang proses, termasuk pengepakan. Jadi yang ada di gudang Bulog untuk beras untuk cadangan nasional, bukan untuk BPNT. Bahkan yang penyaluran April, kita pakai hasil panenan baru,” kata pengusaha penggilingan padi di Patikraja ini.
Dia mengatakan, penyaluran khusus beras melalui 47 pemasok atau penyuplai yang bermitra dengan Bulog, juga diatur secara ketat. Ini berbeda jika masing-masing agen melakukan pengadaan sendiri-sendiri. Bisa jadi, standar
kualitas dan pemenuhan kuantitasnya tidak bisa terpenuhi.
Dicontohkan, jika masing-masing agen membawahi 200 KPM, dengan jatah per KPM 14 kilogram, mereka harus menyiapkan setiap bulan sekitar 2,8 ton. Kemungkinan beras mereka tidak bisa serentak menjaga kestabilan penyediaan barang komoditas ini.
Jika mengambil dari Bulog, mereka harus memiliki alat trasnportasi sendiri dan sarana prasarana lain. Seperti mesin pengepakan, timbangan digital, gudang penyimpanan untuk memproses agar beras tetap terjaga kualitasnya.
“Apakah semua agen punya alat untuk memproses dan punya timbangan digital. Kalau pakai timbangan manual risiko susut besar. Padahal jatah ke KPM harus sesuai. Belum lagi untuk pengepakan harus pakai karung, tidak boleh pakai plastik kresek,” katanya.
Pihaknya memahami keinginan agen untuk melakukan pengadaan sendiri. Namun jika mereka mengikuti standar ketentuan penyaluran beras untuk BPNT, dipastikan tidak sanggup melakukan sendiri.
“Makanya, kalau khusus komiditas pangan jenis beras, melalui jalur Bulog yang bermintra dengan anggota asosiasi, tidak ada masalah sebenarnya. Kalau untuk komoditas lain, kita tidak tahu, karena mekanismenya berbeda mungkin,” terang dia.
Seleksi Ketat
Saat ditetapkan menjadi pemasok oleh Bulog, seleksinya juga ketat. Dari pemohon lebih dari 70 orang, setelah diseleksi dengan ketentuan yang ketat, akhirnya yang memenuhi syarat hanya 47 orang.
“Yang jadi pemasok, semua orang Banyumas, tidak ada yang dari luar. Dengan adanya program ini, kita juga membantu pengadaan dan penyerapan gabah petani. Secara ekonomi juga membantu petani. Sebelum ada program BPNT, coba lihat penyerapan Bulog sampai over stok karena tidak bisa disalurkan. Kalau ini sudah model vivo,” tuturnya.
Ketua APB, Agus Purwanto mengatakan, untuk penyaluran April ke depan, sudah memakai beras hasil pengadaan sekarang. Begitu pengadaan sudah masuk ke Bulog, para pemasok langsung menembus ke Bulog. Mitra yang selama ini sudah bekerja sama dengan Bulog, kata dia, juga wajib membantu pemasok lain yang tidak masuk anggota APB, namun bergabung dalam pemasok beras BPNT.
“Karena kita (APB) bertanggung jawab langsung ke Bulog. Jika ada masalah yang menyangkut pemasok beras BPNT, kita wajib mendampingi. Misalnya di kecamatan yang tidak ada mitra Bulog, kita wajib mebcak-up,” jelasnya.
Agus menceritakan, sampai ke agen, beras dijual seharga Rp 9.000. Dari agen ke KPM dijual Rp 9.450 per kg. Agen tanpa modal, sudah mendapat selisih keuntungan Rp 450 per kg. Sementara 47 pemasok (penyuplai) saat mengambil atau menebus dari Bulog harus membayar tunai lebih dulu.
Untuk penyaluran beras BPNT, dari mitra harus menyiapkan modal lebih dulu. Setelah menstranfer ke Bulog, bukti transfer, mendapat DO, dipakai untuk membeli ke gudang yang ditunjuk. Penyaluran jatah bulan ini, dijadwalkan mulai 23 Maret.
“Sedangkan perjanjian kita dengan agen, jatuh tempo pembayaran maksimal tujuh hari setelah penyaluran sampai titik e-warung. Ini saja masih ada yang nunggak, mundur melebihi batas waktu pembayaran,” ujar pengusaha beras dari Jatilawang ini.
Dari Oktober, kali pertama penyaluran komoditatas beras untuk BPNT, penunggakan pembayaran atau pembayaran mundur dari batas waktu perjanjian, oleh agen (e-warung) rata-rata sampai 10 persen.
Saat evaluasi, pihaknya sudah minta bantuan pihak Bulog Sub Divre Banyumas, Dinsospermades dan Bank Mandiri agar membantu menfasilitasi untuk pelunasan pembayarannya. Namun sejumlah agen masih ada yang lebih dari tujuh dari penyaluran (sesuai perjanjian) belum melaksanakan kewajibannya.
“Alasannya macam-macam, katanya uangnya ada yang dipakai dulu untuk angsuran kredit di Bank Mandiri, nyicil angsuran motor dan lainnya. Padahal uangnya sudah ada, karena dari KPM saat membelanjakan langsung menggesek ke e-warung yang ditunjuk,” paparnya.
Imam Sampurna, pemasok untuk wilayah Kecamatan Purwojati dan Lumbir mengatakan, jatah penyaluran bulan lalu melayani 6.400 KPM atau 64 ton. Karena bulan ini ada kenaikan 14 kg, sehingga beras yang harus disiapkan sampai 70 ton.
“Untuk pengambilan dari titik gudang terdekat. Kalau saya dari Gudang Cindaga, karena melayani wilayah Purwojati dan Lumbir. Untuk jatah April akan memakai beras yang baru, hasil panen raya sekarang,” kata pengusaha penggilingan padi asal Rawalo ini.(G22-60)