BANYUMAS, Suara Banyumas.com – Maraknya judi online kini tak hanya menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga berkontribusi terhadap gangguan kesehatan mental pada masyarakat. Menurut dr. Hilma Paramita, Sp.KJ, seorang psikiater di RSUD Banyumas mengungkapkan, dampak negatif dari judi online semakin nyata dan serius. “Judi online tidak hanya merugikan keuangan pribadi, tetapi juga menghancurkan kondisi mental seseorang. Sering kali, kita melihat mereka yang mengalami kecanduan judi mengalami kecemasan, depresi, bahkan keinginan untuk mengakhiri hidup,” ungkap dr. Hilma.
Data terbaru menunjukkan bahwa perputaran uang di judi online mencapai angka fantastis, yaitu Rp900 triliun pada tahun 2024, mengalami lonjakan drastis dari Rp327 triliun di tahun 2023. Menkominfo bahkan mencatat penutupan lebih dari 2,6 juta situs judi online dalam satu tahun terakhir. Meski demikian, jumlah tersebut masih belum cukup untuk menghentikan tren judi online yang merajalela. “Angka ini menggambarkan betapa menggiurkan bisnis ini bagi para bandar dan betapa menangisnya para korban judi ini, beserta keluarganya yang ikut terdampak,” lanjut dr. Taufik Hidayanto, Sp.KJ, dari Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman.
Kecanduan judi bukanlah masalah sederhana. Sebagai bentuk adiksi atau kecanduan, judi online menyebabkan ketergantungan psikologis yang kuat. Ketergantungan ini mendorong seseorang untuk terus berjudi tanpa mempedulikan kerugian yang telah mereka alami. “Pola judi online seringkali didukung oleh algoritma yang mendorong pemain untuk terus bermain, mengejar kemenangan, atau membalas kekalahan, menciptakan ilusi kemenangan yang membuat mereka terjebak,” jelas dr. Hilma.
Menurut dr. Taufik, proses adiksi yang terjadi di otak menyebabkan banjir dopamin, zat kimia otak yang memicu rasa senang berlebihan. “Ketika seseorang berjudi, ada stimulasi pada otak yang menyebabkan pelepasan dopamin, sehingga muncullah sensasi kegembiraan yang membuat pemain semakin sulit berhenti,” ujarnya. Sensasi ini mengarah pada gangguan perilaku seperti impulsivitas, agresivitas, hingga pikiran bunuh diri.
Untuk menangani kecanduan judi online ini, diperlukan pendekatan terapi yang menyeluruh. Salah satunya adalah terapi obat-obatan yang bertujuan mengurangi gejala impulsif dan cemas. “Jenis obat seperti antiansietas, antidepresan, atau bahkan antipsikotik dapat membantu mengendalikan perilaku pasien. Terapi ini bertujuan memperbaiki kondisi otak, sehingga mereka bisa menjalani tahap terapi lainnya, seperti psikoterapi,” jelas dr. Taufik.
Selain terapi obat, ada pula terapi elektrofisiologi yang kini semakin digunakan, seperti Transcranial Magnetic Stimulation (TMS). Teknik ini memberikan stimulasi magnetik ke otak untuk memperbaiki impulsivitas dan gejala depresi. “Tindakan ini cukup sederhana dan aman, dengan efek samping minimal. TMS dapat membantu mengendalikan dorongan berjudi pada pasien kecanduan,” terang dr. Hilma.
Di samping terapi medis, dukungan keluarga dan lingkungan juga berperan penting dalam pemulihan pasien. Edukasi tentang risiko judi online, pengembangan aktivitas positif seperti olahraga atau hobi, serta aplikasi pembatasan waktu bermain menjadi solusi yang dapat membantu mencegah kecanduan.
Masyarakat diimbau untuk tidak ragu mengakses layanan kesehatan mental jika mengalami atau mengetahui orang yang mengalami kecanduan judi online. “Tanpa intervensi dini, kecanduan judi bisa berkembang menjadi masalah yang kronis dan menghancurkan hidup penderitanya,” tegas dr. Hilma.
Sebagai penutup, dr. Hilma menyampaikan, “Kecanduan judi adalah penyakit serius yang membutuhkan penanganan berkelanjutan. Mari kita bersama menjaga kesehatan jiwa dengan terus meningkatkan kewaspadaan dan menghindari jebakan judi online.”