Meta, perusahaan media sosial raksasa yang sebelumnya dikenal sebagai Facebook, telah menghadapi kritik keras dari berbagai pihak atas penanganannya terhadap konten yang berkaitan dengan perang antara Israel dan Hamas. Meta dituduh berpihak pada Israel dan menekan suara-suara pro-Palestina di platformnya.
Meta mengklaim bahwa ia telah meningkatkan upaya penegakan keamanan dan penindakan terhadap postingan-postingan kekerasan dan misinformasi di tengah konflik yang membara. Meta mengatakan telah membuat pusat operasi khusus dengan para ahli yang fasih berbahasa Ibrani dan Arab. Meta juga mengatakan telah menghapus atau menandai mengganggu lebih dari 795.000 postingan berbahasa Ibrani atau Arab yang melanggar kebijakan-kebijakan terkait konten kekerasan dan grafis, ujaran kebencian, pelecehan, atau koordinasi bahaya, di antara lainnya.
Namun, banyak pengguna, aktivis, dan kelompok hak asasi manusia yang menuduh Meta melakukan sensor dan diskriminasi terhadap konten-konten pro-Palestina. Mereka menunjukkan beberapa contoh di mana Meta menghapus atau menurunkan jangkauan postingan-postingan yang mengecam agresi Israel, menunjukkan korban sipil Palestina, atau mendukung perlawanan Hamas. Mereka juga menyoroti adanya perbedaan perlakuan antara postingan-postingan berbahasa Ibrani dan Arab, di mana postingan-postingan berbahasa Ibrani yang menghasut kekerasan terhadap Palestina lebih jarang dihapus atau ditandai .
Meta membantah tuduhan-tuduhan tersebut dan mengatakan bahwa ia berusaha untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial. Meta mengatakan bahwa ia mengikuti standar-standar internasional dalam menentukan organisasi-organisasi dan individu-individu berbahaya yang dilarang di platformnya. Meta mengatakan bahwa Hamas termasuk dalam kategori tersebut karena telah ditetapkan sebagai organisasi teroris asing oleh pemerintah AS. Meta mengatakan bahwa ia akan menghapus “pujian dan dukungan substantif” terhadap Hamas ketika mengetahuinya, tetapi “sambil terus mengizinkan wacana sosial dan politik”.
Perang antara Israel dan Hamas telah memakan korban jiwa lebih dari 300 orang, sebagian besar di antaranya adalah warga sipil Palestina. Perang tersebut dipicu oleh serangan-serangan roket yang dilancarkan oleh Hamas dari Jalur Gaza ke wilayah Israel pada tanggal 7 Oktober 2023, sebagai respons terhadap penindasan Israel terhadap warga Palestina di Yerusalem Timur. Israel membalas dengan melakukan serangan-serangan udara dan darat ke Jalur Gaza, yang diklaim sebagai operasi militer untuk menghancurkan infrastruktur dan personel Hamas.
Konflik tersebut telah menimbulkan gelombang protes dan solidaritas di seluruh dunia, baik dari pihak yang mendukung Israel maupun Palestina. Media sosial menjadi salah satu sarana utama untuk menyebarkan informasi, opini, dan propaganda terkait konflik tersebut. Namun, media sosial juga menjadi sumber konflik dan kontroversi tersendiri, karena adanya tuduhan-tuduhan manipulasi, sensor, dan bias dari para pemilik dan pengelola platform. Meta, sebagai salah satu platform media sosial terbesar dan terpopuler di dunia, berada di bawah sorotan dan tekanan yang besar untuk menunjukkan sikap dan tanggung jawabnya dalam menghadapi krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung.