BANYUMAS-Berbeda di tahun 1980-an, saat ini minat petani untuk bertanam pohon cengkih cukup rendah. Pasalnya dari tahun ke tahun, harga rempah ini terbilang rendah.
Petani asal Desa Cibangkong, Kecamatan Pekuncen, Tarsono mengatakan di tahun 1980-an harga cengkih cukup setara dengan harga emas. Di masa kejayaan inilah, cengkih bisa dibilang sebagai emas hijau bagi petani. Untuk itulah para petani cengkih cukup bergairah.
“Namun setelah tahun 1990-an ketika ada monopoli perdagangan cengkih masa Orde Baru, harga cengkih jatuh. Kamipun petani banyak yang menebang pohon cengkih di kebun kami. Dan sekarangpun tak banyak lagi petani menanam pohon cengkih,” jelasnya.
Menurut Tarsono, dari tahun ke tahun, banyak petani berharap harga cengkih bisa kembali naik. Namun harapan itu ternyata belum terwujud. Akibatnya semangat untuk menanam cengkih rendah.
“Kalau harganya dari tahun ke tahun, lebih banyak turun, maka petani lebih baik memilih menanam tanaman lainnya. Kami lebih baik menanam kayu yang bisa dipanen dalam waktu tiga sampai lima tahun,” ujarnya.
Pedagang cengkih asal Ajibarang, Rahmat mengatakan harga satu kilogram cengkih basah hanya berkisar sekitar Rp 22 ribu. Sedangkan harga cengkih kering, berkisar Rp 73 ribu perkilogram. Padahal tahun sebelumnya, harga cengkih kering bisa mencapai Rp 120 ribu sampai Rp 130 ribu perkilogram.
“Saat ini harganya menurun tak seperti dulu. Makanya memang perdagangan cengkih ini cukup lesu. Berbeda ketika harga cengkih cukup tinggi di tahun-tahun sebelumnya,” jelasnya.
Dari pengamatannya, sebagian besar produk cengkih dari petani terbilang masuk kategori standar. Artinya kualitas produk rempah cengkih ini bukan merupakan kualitas super. Hal ini kemungkinan terjadi karena pohon cengkih tidak dirawat secara maksimal oleh petani.
“Berbeda di masa lampau yang dirawat dengan baik, kalau sekarang lebih banyak pohon cengkih dirawat dengan apa adanya. Karena mungkin harganya juga tidak begitu tinggi, maka semangat merawat petani juga turut rendah,” katanya.(K37-37)