PURWOKERTO – Paguyuban agen atau e-warung penyaluran bantuan pangan non tunai (BPNT) di Kabupaten Banyumas minta pola monopoli dalam penyeidiaan bahan sembakom khususnya sayuran minta dihentikan.
Ketua Paguyuban e-warung BPNT Kabpaten Banyumas Kuntoro mengatakan, saat mengadu ke Komisi III dan Komisi IV, Kamis lalu, pihaknya menyampaikan agar monopoli penyaluran bahan pokok berupaya sayuran oleh penyuplai dan pemasok tertentu yang dikoordinasikan oleh dina sosial dihentikan.
Menurutnya, dari agen atau e-warung sebenarnya bisa mengelola sendiri untuk pengadaan sayuran. Namun yang berlaku sekarang, sudah dipasok. Sehingga mau tidak mau harus diterima.
“Semua orang kan sudah tahu harga sayuran berapa, Yang disalurkan bulan Februari banyak dikeluhkan para KPM (keluarga penerima manfaat), karena harga dari petani hanya Rp 6.000, tapi sampai ke KPM dengan harga Rp 14,500.” kata agen di Desa Pliken Kecamatan Sokaraja ini, Minggu (15/3).
Untuk agen, kata dia, sesuai ketentuan hanya dibolehkan mengambil selisih Rp 2.500 sampai ke KPM. Sedangkan dari pihak penyuplai dan pemasuk sampai ke agen harganya Rp 12.000.
“Kalau kami bisa menyediakan sendiri, pasti harga sayuran sampai ke KPM yang proporsional. Kalau sebelumnya, sayuran segitu menurut KPM harusnya Rp 7.000, tapi KPM harus membayar Rp 14.500. Kasihan mereka terlalu dirugikan,” ujarnya.
Menurut dia, sesuai petunjuk dari pemerintah, satu-satunya yang memakai penyuplai hanya untuk pengadaan beras, dari Bulog. Yang lain, katanya, bebas diserahkan ke agen dan KPM.
“Kalau ini (penyupali sayuran) kalau petunjuknya ada penunjukan langsung dari mentri sosial, ya silakan, jadi mau tidak mau, kami harus terima. Kan ini tidak ada petunjuk seperti itu, tapi kenapa bisa dimonopoli dan harga
tidak sesuai serta barangnya rusak,” ungkapnya.
Saat mengau ke DPRD, pihaknya tidak mempermasalahkan siapa pun penyuplai dan pemasok yang mau terlibat. Pihaknya menginginkan barang sampai ke KPM sesuai dengan harga pasaran. Pasalnya, yang banyak dikomplai oleh KPM adalah agen.
“Kalau kami masing-masing kecamatan boleh mengadakan sendiri, kami akan memberikan pelayanan kualitas yang terbaik kepada KPM, dengan barang yang jauh lebih bagus dari dua kali penyaluran kemarin yang bermasalah. Dari Kedungbanteng pernah mengajukan tapi ditolak oleh dinas. Kalau kami bisa mengadakan sendiri, kan mengambil selisih keuntungan hanya Rp 2.500 sesuai yang telah ditentukan,” tandasnya.
Ketua Komisi III, Rachmat Imanda mengatakan, sesuai ketentuan penyaluran BPNT tidak diamanatkan adanya penyuplai dan pemasok. Yang diatur hanya agen atau e-warung dan KPM. Mereka diberikan hak untuk menentukan sendiri barang yang mau dibeli sesuai ketentuan.
“Praktiknya di Banyumas, penyalutan dimonopoli melalui perusahaan tertentu yang ditunjuk dinas, dan itu dari luar kota. Jadi semangat untuk menumbuhkan eknomi lokal tidak muncul. Padahal sebulan uang yang harus dibelanjkan di Banyumas untuk BPNT harus habis samoai Rp 28 miliar,” katanya.
Kesan monopoli, nilai dia, ada arahan semua e-warung untuk mengambil barang ke pemasok dan penyuplai yang sudah ditentukan. Bahkan, kata dia, pada penyalutan tahap tiga sekitar tanggal 17 Maret besok, penyuplai dari tiga perusahaan mau diubah dalam bentuk koperasi Rasra.
Anggota Komisi III, Setya Ari Nugraha mengatakan, hasil pengaduan dari KPM, agen dan pemasok, rantai distribusi yang dimonopoli oleh penyuplai tertentu yang sudah ditunjuk, diawali, penyuplai mencari para pemasok. Pemasok diminta mengirim barang ke agen-agen. Kemudian KPM membelanjkan ke agen lalu agen
mengesek untuk membayarkan ke penyuplai. (G22-20)