BANYUMAS-Operasional posko tanggap darurat Covid-19 di titik masuk perbatasan Kabupaten Banyumas dengan Kabupaten Brebes, Purbalingga, Kebumen, dan Cilacap mulai dihentikan sejak Minggu (22/3) sore. Posko ini dinilai belum efektif dan berisiko tinggi.
Hal itu dibenarkan R Hermawan, petugas pemantau posko dari Dinas Perhubungan, Kabupaten Banyumas. Penutupan ini sesuai dengan perintah dari Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) Banyumas. Untuk penutupan aktivitas posko beserta sarana prasarana dilaksanakan kemarin sore sekitar pukul 16.00.
“Betul ini perintah dari Forkompinda. Rencana mulai jam 16.00 ini (kemarin, red) akan diakhiri bersama seluruh unsur yang terlibat,” katanya.
Kapolsek Pekuncen, AKP Susanto juga menyatakan hal yang sama. Sesuai dengan infomasi sementara, posko ini dihentikan sore kemarin. Meski demikian pihaknya terus menaati perintah dari atasan terkait kegiatan pemeriksaan suhu badan para penumpang bersama dengan pihak terkait.
“Kita mengikuti instruksi dari atas terkait dengan hal ini. Tetapi memang selain posko ini, kita juga tetap bergerak menyosialisasikan dengan turun ke masyarakat. Kita mendorong bersama agar semakin kompak mencegah penyebaran korona khususnya di wilayah Pekuncen,” tegasnya.
(Baca Juga: Empat Posko Covid-19 di Perbatasan Banyumas Ditutup)
Pantauan SuaraBanyumas di lapangan hingga kemarin siang terlihat aktivitas penghentian angkutan umum dan pemeriksaan suhu badan penumpang angkutan umum terus dilaksanakan petugas dari Dinas Kesehatan, Satpol Pamong Praja, Dinas Perhubungan, TNI-Polri di Posko Tanggap Darurat Covid-19 di perbatasan Banyumas-Brebes. Dari pemeriksaan suhu para penumpang angkutan umum mulai dari kendaran travel, mikrobus, bus antara kota dalam provinsi dan antar kota antar provinsi kemarin siang, tidak ditemukan penumpang masuk kategori Pasien Dalam Pengawasan (PDP).
Alat Pelindung Diri
Paramedis dari Puskesmas Ajibarang 2, Ahmad Sahlan yang turut bertugas di posko juga menyatakan mengikuti instruksi dari pimpinan mereka termasuk penghentian posko tanggap darurat. Prosedur perlindungan diri bagi petugas pemeriksa pencegah ataupun penanganan virus korona juga diberlakukan, termasuk penggunaanalat pelindung diri (APD).
“Meskipun ternyata semua yang kita ‘screening’ ini negatif, namun dari awal prosedurnya kita harus menganggap bahwa mereka adalah positif. Makanya ketentuan pemakaian APD ini harus benar-benar diberlakukan,” jelasnya.
Iapun tak memungkiri ketika ditanya soal keterbatasan APD yang dikenakan oleh para petugas posko tanggap darurat Covid-19 di Pekuncen. Selama operasional posko berjalan tiga hari lalu, tak semua petugas pemeriksa penumpang angkutan umum belum seluruh petugas menggunakan alat pelindung diri yang memadai. Padahal risiko pencegahan dan penanganan terhadap virus korona ini sangat tinggi.
Sesuai dengan prosedur, petugas penanganan Covid-19 ini harus mengenakan APD berupa pakaian ataupun atribut penutup diri luar dan dalam. Sementara itu harga untuk APD ini terbilang cukup mahal hingga Rp 250 ribu. Pakaian luar itu hanya digunakan sekali pakai dan selanjutnya dimusnahkan dengan dibakar.
“Yang menggunakan APD hanya tiga orang dari Dinas Kesehatan. Sementara personel kepolisian, TNI, dan dinas perhubungan hanya mengenakan seadanya yaitu hanya masker,” jelasnya. (K37-2)