PURBALINGGA– Dalam mencegah kekerasan seksual terhadap anak, orang tua perlu mendukung anak mengenali batasan tubuh.
Hal ini dikarenakan banyak fenomena yang mengerikan, pelaku kekerasan seksual sering kali terjadi pada anka-anak.
Untuk itu, orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah kejahatan ini dan melindungi anak-anak mereka.
Salah satunya orang tua harus memberikan pendidikan seks sejak dini kepada anaknya dalam rangka langkah preventif agar tidak terjadi kekerasan seksual di kemudian hari.
Orang tua harus lebih dekat dan berkomunikasi intens agar dapat memberi perlawanan terhadap orang yang menjamah area tubuh sensitif harus diberitahukan kepada anak.
Dinsos Dalduk KBP3A, Tuti Hidayati mengatakan, sosialisasi kepada masyarakat tentang kekerasan seksual perlu dilakukan agar bisa mereduksi tindak kekerasan seksual kepada anak, saat ditemui di Kantor Dinas Sosial, Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos DaldukKBP3A) Purbalingga Kamis (6/7/2023).
Menurutnya, kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak bisa saja dilakukan oleh orang terdekat seperti ayah tiri, ayah kandung, tetangga bahkan saudaranya.
Maka dari itu “Anak perlu diberikan pendidikan seksual secara berulang bagian tubuh mana yang tidak boleh dipegang oleh orang lain. Perlu mengetahui batasan sehingga tidak terjadi kekerasan seksual pada anak, bila perlu menjerit, lari atau sebagainya,” ucapnya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, pihaknya menggandeng berbagai pihak seperti penyuluh agama, kader kesehatan yang ada di Desa dan melibatkan masyarakat sekitar.
“Kami bekerja sama dengan berbagai pihak agar masyarakat tidak salah kaprah dalam menafsirkan tentang pendidikan seks. Termasuk fenomena penyuka sesama jenis juga harus kita sikapi bersama,” ungkapnya.
Saat ini marak terjadi bahkan beberapa oknum penyuka sesama jenis sudah berani menunjukan tanpa rasa malu. Akibat kesalahpahaman memaknai seks sebagai aktivitas khususnya pada kalangan muda.
Mereka menganggap perilaku tersebut untuk menghindari terjadi kehamilan di luar nikah, maka kebanyakan dari mereka memilih untuk seks menyimpang. Hal ini perlu adanya pencegahan sejak dini.
“Bahaya sodomi juga perlu diberitahu pada anak. Misalnya juga fenomena banyak anak SMP hamil di luar nikah karena hubungan seks dengan pacarnya saat Pandemi, ini juga menjadi keprihatinan kita bersama,” katanya.
Fenomena kasus kekerasan terhadap anak baik seksual, fisik dan lainnya sangat memprihatinkan, untuk itu perlu adanya pencegahan secara serius.
Oleh sebab itu, pihaknya mengadakan kerjasama lintas sektor misalnya Kementerian Agama Purbalingga, Dindikbud Purbalingga, Dinas Kesehatan serta pihak terkait agar fenomena seputar kekerasan seksual bisa dikurangi.
Salah satu contoh, sebagai salah satu indikator penilaian Kabupaten Layak Anak (KLA) adalah pondok pesantren layak anak, maka Pemkab Purbalingga bersinergi dengan Kemenag agar di Purbalingga tercipta pondok pesantren yang aman untuk anak.
Dengan sosialisasi masif dan pendidikan untuk mau melapor kepada masyarakat, sehingga masyarakat memiliki kesadaran untuk bersikap termasuk melapor kepada pihak berwenang dan tidak menutupi atas apa yang telah dialami.
“Sekarang masyarakat jadi berani untuk melapor. Berani bersikap atas apa yang dialami,” ucapnya.
“Jika ada pelanggaran, kami lakukan pendampingan mulai dari BAP dan lain sebagainya. Kepada korban kami juga lakukan pendampingan seperti bekerja sama dengan RSUD dan juga psikolog untuk trauma healing,” tandasnya.