PURWOKERTO – Kelompok peternak ayam petelur dan pedagang telur di Banyumas memprotes adanya pedagang telur infertil di Pasar Wage, pasar terbesar di Kabupaten Banyumas. Beredarnya telur infertil membuat harga telur komersial (konsumsi) menjadi turun.
Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Petelur Nasional Banyumas Agoes Tjatur mengatakan pihaknya mendapat laporan sudah dua hari ada penjual telur infertil yang di kalangan peternak dikenal dengan nama telur HE (hatched egg) dijual di Pasar Wage.
”Telur infertil sesuai aturan tidak boleh dijual. Tapi di Pasar Wage ada yang menjual sehingga peternak dan pedagang komplain. Harga telur infertil berpengaruh terhadap harga telur komersil karena dijual dengan harga Rp 18.500/kg. Padahal harga telur komersil di Banyumas saat ini Rp 21.000/kg. Dengan adanya telur infertil, masyarakat pada lari ke telur infertil,” terang Agoes, Rabu (13/5).
Agoes dengan beberapa peternak yang komplain terhadap penjualan telur infertil tersebut, Rabu (13/5) mendatangi orang yang menjual telur di Pasar Wage. Pedagang telur infertil menjajakan telurnya di atas mobil Honda HRV di tempat parkir. Meski dijual di atas mobil, karena lokasinya strategis, banyak warga yang membeli apalagi harganya lebih murah.
Ia mengatakan sesuai Permentan Nomor 32/Permentan/PK.230/2017 diatur tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Dalam Bab III pasal 13 disebutkan, pelaku usaha integrasi, pembibit GPS, pembibit PS, pelaku usaha mandiri dan koperasi dilarang memperjualbelikan telur tertunas dan infertil sebagai telur konsumsi.
”Orang yang menjual telur infertil tersebut adalah warga Banyumas. Dia mengaku mendapat suplai telur infertil tersebut dari perusahaan pembibitan (breeding) ayam broiler atau ayam pedaging dari Jawa Timur. Di Purbalingga beberapa hari lalu juga ada tapi barang buktinya sudah tidak ada. Telurnya sudah habis terjual. Di daerah lain di luar Jateng juga ada,” terang Agoes.
Untuk proses lebih lanjut atas jual beli telur infertil di Pasar Wage, kata dia, masalah tersebut ditangani Satgas Pangan Polresta Banyumas. Telur infertil yang masih tersisa dari sebanyak 200 kg yang dijual, ikut dibawa oleh Satgas Pangan.
Ditetaskan
Telur HE sendiri umumnya berasal dari perusahaan-perusahaan pembibitan (breeding) ayam broiler atau ayam pedaging. Di mana telur yang tidak menetas atau sengaja tak ditetaskan, seharusnya tak dijual sebagai telur konsumsi di pasar.
Menurut Agoes, selain dari telur infertil, telur HE bisa berasal dari telur fertil namun tak ditetaskan perusahaan breeding. Alasannya antara lain suplai anakan ayam atau DOC (day old chick) yang sudah terlalu banyak, sehingga biaya menetaskan telur lebih mahal dari harga jual DOC.
”Telur yang tidak menetas atau sengaja tidak ditetaskan itu dijual ke pasar karena saat ini harga DOC murah dan lebih menguntungkan dijual telurnya daripada ditetaskan dan dijual DOC-nya. Kalau telur yang tidak jadi ditetaskan itu sudah difumigasi atau sterilisasi kemudian dijual bisa berbahaya bagi kesehatan,” kata dia.
Ia menambahkan telur infertil ini sebenarnya layak dikonsumsi. Akan tetapi telur infertil lebih cepat membusuk karena berasal dari ayam betina yang sudah dibuahi pejantan. Antara telur infertil dengan dengan telur ayam negeri ukurannya sama.
Ciri paling mencolok yakni warna telur infertil/HE yang lebih pucat atau putih. Kalau telur ayam peternak itu coklat atau putih agak kecoklatan. Sementara ciri telur HE itu putih atau pucat. Kalau telur ayam peternak di suhu normal bisa 30 hari, HE bisa seminggu saja bisa bertahan. (G23)