PURWOKERTO – Rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas untuk menerapkan aturan pendampingan pemandu wisata lokal bagi wisatawan rombongan patut diapresiasi. Hal ini dinilai menjadi salah satu upaya untuk membenahi sistem kepariwisataan di Banyumas
Pengamat pariwisata Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Drs Chusmeru MSi mengatakan, peningkatan kualitas pelayanan, pemberdayaan dan peningkatan profesionalisme pemandu wisata lokal memang sangat diperlukan. Sebab, imbasnya adalah wisatawan dapat memperoleh informasi yang lengkap dan benar terkait beragam hal tentang daya tarik wisata yang ada di Banyumas.
“Di awal penerapan aturan tersebut kemungkinan bisa terjadi permasalahan. Baik yang bersifat teknis kepemanduan, persaingan tarif antarbiro perjalanan wisata, maupun tuntutan akan paket wisata yang memenuhi selera wisatawan,” kata dia, Kamis (30/1).
Menurut mantan Penasehat Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Pramuwisata Indonesia (DPD HPI) Provinsi Bali ini, karakteristik Banyumas memang beda dengan Bali yang memiliki tawaran paket wisata lebih beragam. Sehingga tidak cukup hanya sehari mengunjungi Bali dan begitu banyak cinderamata yang bisa dibawa wisatawan setelah mengunjungi Bali.
Paket Wisata
Bila diterapkan, pendampingan pemandu lokal bagi wisatawan yang mengunjungi Banyumas akan berimplikasi pada beberapa hal. Pertama, tambahan pendampingan pemandu wisata lokal akan menambah komponen harga paket wisata. Hal ini tentu saja akan menjadi pemikiran bagi biro perjalanan wisata.
Kedua, perlu dipikirkan paket wisata yang memungkinkan wisatawan menikmati objek dan daya tarik wisata secara lengkap dari pagi hingga malam. Bahkan paket wisata yang bisa dinikmati wisatawan selama dua hari untuk meningkatkan lama kunjungan.
“Selain objek wisata, pemkab perlu menambah atraksi seni budaya yang dapat dinikmati wisatawan. Banyumas memerlukan beberapa titik pusat pagelaran seni budaya. Dengan demikian, pemandu wisata lokal bukan hanya duduk mendampingi tour leader di atas bus, tetapi juga menarasikan objek dan daya tarik wisata Banyumas,” jelasnya.
Implikasi ketiga, katanya, HPI Banyumas maupun pemerintah daerah perlu memikirkan kesiapan sumber daya manusia pemandu wisata lokal dalam penerapan aturan tersebut. Aturan ini menuntut pemandu wisata bekerja lebih profesional, dalam artian jelas dan kuat organisasinya serta memiliki anggota yang terlatih dan berlisensi.
“Jangan sampai muncul pemandu wisata ilegal yang justru akan merusak citra pariwisata Banyumas,” tandasnya.
Menurut Chusmeru, perlu kesepakatan dan kesepahaman antara biro perjalanan wisata, tour leader, dan pemandu wisata terkait pusat kuliner dan cinderamata yang akan dikunjungi. Hal ini penting agar tidak terjadi konflik kepentingan yang berkaitan dengan kualitas produk maupun komisi yang diterima.
Pemkab dinilai perlu memiliki data berapa jumlah wisatawan yang datang ke Banyumas dengan menggunakan biro perjalanan. Sebab, bila jumlah wisatawan yang menggunakan jasa biro perjalanan wisata rendah, maka pemandu wisata hanya menunggu sesuatu yang tak pasti.
“Jika aturan tersebut sudah berjalan, perlu secara rutin dilakukan monitoring terhadap pemandu wisata untuk memastikan, bahwa pemandu wisata yang mendampingi rombongan adalah benar-benar anggota HPI Banyumas, bukan pemandu liar,” ujarnya.
Duduk Bersama
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Biro Perjalanan Wisata se Eks Karesidenan Banyumas (Pebemas), M Kardiyo mengatakan, pemandu wisata, pelaku biro perjalanan wisata dan pemerintah perlu duduk bersama untuk membahas aturan tersebut. Selain itu, pihaknya juga berharap dapat bekerjasama menyusun buku panduan bagi pramuwisata.
“Kami butuh panduan untuk cerita sejarah, cerita rakyat, riwayat jalan, adat istiadat, kuliner dan pernik-pernik tentang Banyumas yang digunakan sebagai bahan untuk memandu. Intinya kami mendukung rencana penerapan aturan ini, agar pemandu wisata lokal lebih diberdayakan,” ujarnya.
Kardiyo mengemukakan, selama ini jasa pemandu wisata dari Banyumas sangat jarang digunakan untuk tour ke wilayahnya sendiri atau inbond. Mereka lebih sering mengantar tamu ke luar daerah. (K35-60)