PURWOKERTO-Mahasiswa Purwokerto yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat Banyumas (FPRB) mendesak pemerintah dan DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Tuntutan tersebut disampaikan dalam aksi memperingati Hari Perempuan Internasional 2021 di Jalan Jenderal Soedirman, selatan Alun-Alun Purwokerto, Selasa (9/3).
Aksi damai yang berlangsung singkat itu diisi dengan orasi dan pembagian selebaran kepada pengguna jalan. Mereka membentangkan spnduk dan membacakan pernyataan sikap. Elemen yang terlibat, yakni Front Mahasiswa Nasional (FMN), Himpunan Mahasiswa Islam – Majelis Penyelamat Organisasi (HMI-MPO), Himsi Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Wijaya Kusuma (Unwiku), BEM Universitas Harapan Bangsa (UHB), BEM Universitas Amikom dan BEM Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed).
Koordinator aksi, Yasmin Gita Pembayun dari Front Mahasiswa Nasional (FMN) Purwokerto mengatakan, dengan segera diosahkan RUU PKS, maka ke depan keberpihakan kepada korban makin kuat. Karena untuk menindak pelaku atau tersangka kekerasan seksual, tidak harus menunjukkan atau menghadirkanm bukti fisik.
“Kalau sekarang korban tidak mempunyai bukti fisik, bukti yang konkret, maka pelaku tidak bisa diadili dan korban tidak mendapatkan keadilan apapun,” katanya.
Menurutnya, sampai saat ini masalah ketertindasan masih banyak dirasakan kaum perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Misalnya, perempuan masih kesulitan mengakses pendidikan dan kesehatan. Di bidang kesehatan, katanya, setiap hari sekitar 64 ribu perempuan meninggal karena melahirkan.
(Baca Juga : Songsong Hari Ibu, Siswi Pamerkan Karya Seni Rupa )
Dia mencontohkan, hasil penelitian yang dilakukan LPM Baskara UMP, memotret kasus kekerasan seksual di kampus ternyata cukup tinggi.
“Dari 62 responden saat di survei, sekitar 60 persen mahasiswa itu masih mengalami kekerasan seksual di dalam kampus. Dan kampus menganggap hal itu biasa dan bisa diselesaikan secara damai,” kata mahasiswi UMP ini.
Terkait Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, dianggap juga merugikan kaum perempuan, karena hak cuti melahirkan dan cuti haid dihilangkan. Sehingga kaum perempuan yang menjadi buruh, jika mengajukan cuti melahirkan atau cuti haid, akan mendapatkan pemotongan gaji. (aw-)