BANYUMAS – Harga tanaman rempah yang terbilang stabil membuat banyak petani di wilayah Kecamatan Pekuncen, Gumelar dan Lumbir terus membudidayakan tanaman yang kondang sejak jaman kolonial.
Tanaman rempah yang masih dirawat dan dipelihara petani antara lain, kapulaga, lada, kemukus, cabe jawa hingga vanili. Harga rempah-rempah ini cukup tinggi dibandingkan tanaman pertanian lainnya. Makanya banyak petani rempah bertahan menjaga tanaman rempah milik mereka.
Petani asal Desa Cibangkong, Kecamatan Pekuncen, Tarsono mengakui harga rempah termasuk kapulaga dan lada terbilang stabil. Dua jenis rempah ini kerap mengalami kenaikan harga. Makanya banyak petani berminat untuk menanam tanaman rempah ini.
“Daripada harus menanam tanaman lain yang tak jelas harganya, lebih baik kami menanam rempah ini. Karena harga di pasaran juga cukup tinggi. Tak hanya itu cabe jawa juga cukup laris di pasaran,” jelasnya.
Menurut Tarsono, selain di wilayah desanya, banyak petani di wilayah Gumelar yang bisa menanam tanaman kapulaga. Bahkan luas tanaman kapulaga ini bisa mencapai hektaran sehingga hasil yang didapatkan juga cukup lumayan.
“Ada satu petani yang bisa mengelola 11 bidang dan sekali panen kapulaga bisa mendapatkan puluhan juta. Apalagi lahan di wilayah pegunungan terbilang cukup luas,” ujarnya.
Selain kapulaga, rempah lada juga terus dikembangkan para petani di tiga kecamatan di wilayah Banyumas bagian barat. Petani bahkan tak segan mengganti tanaman lain dengan menanam lada. Hal ini dilaksanakan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari menanam rempah ini.
Petani asal Desa Cingebul, Sukirman mengatakan di desanya banyak petani mengganti tanaman singkong dengan tanaman lada. Dibandingkan dengan harga singkong yang hanya ribuan, harga lada kering bisa mencapai ratusan ribu.
“Harga lada ini bisa mencapai lebih dari Rp 200 ribu per kilogram. Makanya sangat bagus untuk dikembangkan saat ini,” jelas Sukirman yang beberapa waktu lalu sempat memanen lada hingga 200 kilogram.
Petani lain, Tohirin (55) mengatakan harga lada memang cukup menjanjikan. Harga lada setiap waktu cenderung mengalami kenaikan. Selain bisa dijual dalam kondisi basah, lada ini biasanya lebih banyak dijual dalam kondisi kering. Dengan pengolahan berupa pengupasan kulit hingga pengeringan satu kilogram biji lada bisa mencapai lebih dari Rp 200 ribu per kilogram.
Menurut Tohirin, bertanam lada cukup produktif dan prospektif. Soalnya terbukti dalam kurung waktu tiga tahun usai tanam, maka petani bisa memanen lada. Ia mencontohkan beberapa waktu lalu, dengan lahan seluas 1750 meter persegi, bisa didapatkan panen lada sekitar 300 kilogram.
“Kebun saya yang lain 3500 meter persegi yang baru tiga tahun ditanami lada telah panen sekitar 1,5 kuintal. Atau ketika dijual bisa mendapatkan uang sekitar Rp 103 jutaan saat dijual empat bulan setelah panen raya,” jelasnya.(K37-20)