PURWOKERTO – Pemkab Banyumas memutuskan per tanggal 7 Januari lalu, menghentikan pembayaran sistem klaim untuk program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan Kartu Banyumas Sehat (KBS). KBS sendiri menjadi salah satu program unggulan dari janji kampanye Bupati Achmad Husein mulai periode pertama dan berlanjut di periode kedua ini.
Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Banyumas, Sadiyanto mengatakan, penghentian itu diputuskan, menyusul keluarnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 33 Tahun 2019, yakni pemerintah daerah tidak boleh mengelola dana APBD yang menyerupai kegiatan yang dikelola BPJS kesehatan.
Setelah diputuskan bersama dengan pihak BPJS, mulai tanggal 7 Januari pukul 24.00 ke depan, Pemkab tidak lagi menerima klaim dari biaya rumah sakit dari warga miskin. Sehingga pasien yang masuk setelah tanggal 7 Januari tidak lagi dibiayai dengan BPJS kesehatan. Meskipun mendapat surat keterangan dari pihak desa atau lembaga lain terkait.
“Tapi yang masuk sebelum tanggal 7 Januari masih kita biayai. Biaya klaimnya masih kita siapkan anggarannya di APBD 2020 ini,” katanya, Kamis (9/1).
Surat edaran ini, katanya, sudah disosialisasikan ke pemerintah desa, kelurahan dan instansi terkait. Karena masih baru, diakui masih banyak pertayaan yang muncul dari masyarakat, termasuk muncul di lapak aduan Pemkab Banyumas maupun konfirmasi langsung ke dinas.
Lebih lanjut dia mengatakan, meski klaim Jamkesda-KBS dihentikan, pemkab tetap memberikan perhatian untuk warga miskin. Pemkab masih punya kewajiban untuk membayar premi bagi mereka yang sudah menerima kartu BPJS yang dibiayai dengan skema APBD. Di luar APBD kabupaten, juga ada yang ditanggung lewat APBD provinsi dan APBN.
“Jamkesda tetap menanggung premi iuran peserta KBS dan masyarakat miskin. Yang diintegrasikan ke PBI BPJS tahun ini dari warga Banyumas sebanyak 990.972 jiwa. Untuk premi iuran yang ditanggung pemkab untuk 49.684 jiwa, Pemprov Jawa Tengah untuk 97.863 jiwa dan pemerintah pusat untuk 843.425 jiwa,” terangnya.
Kenaikan Iuran
Dia mengungkapkan, premi iuran BPJS khusus yang dari APBD, tahun ini juga mengalami kenaikan, menyusul penyesuaian kenaikan tarif iuran BPJS. Tahun ini, kata dia, premi iuran yang harus dibayar sekitar Rp 26 miliar, sebelumnya sekitar Rp 13 miliar.
“Ini yang kita biayai diluar KIS. Diluar ini masih dimungkinkan yang belum masuk bisa dibiayai asalkan datanya nanti sudah teritegrasi di basic data terpadu (BDT) Dinsospermades,” ujarnya.
Menurutnya, ini berlaku untuk orang-orang miskin yang premi iuran BPJS datanya tidak masuk di PBI KIS yang dibiayai dari pusat. Namun ini bisa direalisasikan, asal datanya nanti bisa terintegrasi di BDT Dinsospermades.
“tahun ini kita juga anggarkan sekitar Rp 4 miliar, untuk klaim-kalim yang belum terbayarkan dari rumah sakit mulai Desember 2019 sampai 7 Januari. Ini nanti bisa juga dipakai untuk membiayai mereka-mereka yang datanya baru bisa terintegrasi,” katanya. (G22-37).