Pura Pedaleman Giri Kendeng di desa Klinting, Banyumas, merupakan pura pertama untuk umat Hindu di kabupaten tersebut. Pura ini dibangun pada tahun 1985 sebagai respon terhadap pengakuan hanya lima agama di Indonesia. Masyarakat Hindu desa Klinting berasal dari komunitas kepercayaan Wayah Kaki yang memiliki keyakinan terhadap sosok Semar sebagai Sang Pepunden.
Masyarakat desa Klinting, Banyumas, memiliki sejarah dan budaya yang unik dalam beragama. Sebelumnya, mereka adalah penganut aliran kepercayaan Wayah Kaki yang menganggap Semar sebagai Sang Pepunden. Karena desakan orde baru, mereka beralih ke agama Hindu yang memiliki banyak kesamaan dengan Wayah Kaki.
Wayah Kaki berasal dari bahasa Jawa yang berarti “cucu kakek”. Kakek dalam kepercayaan masyarakat ini menunjuk pada Eyang Semar sebagai Sang Pepunden. Oleh karena itu, para penghayat Wayah Kaki seringkali menyebut Semar sebagai Pepunden atau Kaki. Sedangkan para penghayatnya menyebut diri mereka sebagai wayah atau cucu dari Semar. Aliran kepercayaan ini sudah ada sejak dahulu dan dianut oleh mayoritas warga desa Klinting.
Menurut penuturan sesepuh desa Klinting, bapak Minoto Darmo, masyarakat Hindu desa Klinting pada awalnya merupakan komunitas kepercayaan Wayah Kaki. Namun, karena desakan orde baru yang hanya mengakui lima agama resmi di Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha, mereka akhirnya masuk ke agama Hindu. Penyebab agama Hindu yang dipilih salah satunya karena antara aliran kepercayaan Wayah Kaki dengan agama Hindu terdapat banyak kesamaan, di antaranya yang berkaitan dengan hal-hal spiritual atau ritual-ritual yang dilaksanakan. Namun, tetap saja keduanya merupakan dua kepercayaan yang berbeda.
Kejadian tersebutlah yang menjadikan munculnya agama Hindu di desa Klinting yang tentunya memiliki ciri dan karakteristik berbeda karena mayoritas adalah orang-orang yang sebelumnya merupakan penganut aliran kepercayaan Wayah Kaki yang sangat kental dengan perilaku kejawen. Dua kepercayaan yang berbeda dalam segala aspek kepercayaan, tradisi, maupun kebudayaan, namun bisa bersatu dan menyesuaikan di antara keduanya.
Akulturasi Hindu-Jawa di desa Klinting juga terlihat dalam kehidupan sosial masyarakatnya. Masyarakat Hindu di desa ini hidup harmonis dengan masyarakat Islam. Mereka selalu saling membantu dan tolong-menolong, baik dalam hal keagamaan maupun kehidupan sehari-hari.
Kehadiran Pura Pedaleman Giri Kendeng telah memberikan dampak positif bagi perkembangan agama Hindu di Banyumas. Pura ini telah menjadi simbol kerukunan dan toleransi antarumat beragama di Banyumas. Pura ini selalu ramai dikunjungi oleh umat Hindu dari berbagai daerah, terutama pada saat perayaan hari raya dan hari besar agama Hindu.