PURWOKERTO – Sebanyak 400 orang dari kalangan Human Resources Departement (HRD) di Kabupaten Banyumas dikuakan kembali nilai-nilai wwawasan kebangsaannya.
Karena peran mereka di perusahan dianggap strategis terkait dengan sumber daya manusia, sehingga melalui kelembagaannya diharapkan bisa diteruskan kepada kalangan karyawan maupun pihak manajemen perusahaan.
Penguatan kembali nilai-nilai tersebut diwujudkan dalam forum dialog wawasan benagsaan yang digelar kerjasama asosiasasi HRD Kabupaten Banyumas, Alumni FH Unsoed dengan Sekretariat Jenderal MPR, Sabtu (26/10), di Hotel Grand Karlita Purwokerto.
Dialog menghadirkan tiga narasumber, yakni Dr Ma’ruf Cahono SH MH, sekjen MPR, Prof Dr Muhammad Fauzan SH MHum, pakar hukum tata negara dari FH Unsoed dan Haris Subiyakto SH MH, ketua SPSI Kabupaten Banyumas. Acara juga dihadiri kalangan pengusaha yang tergabung dalam Apindo dan perwakilan pekerja atau karyawan dan alumni Unsoed.
Ketua panitia pelaksana, Suwardi mengatakan, di Banyumas ada 1.137 perusahaan dan karyawan 58.266 orang yang terdaftar, dengan UMR sekitar Rp 1.750.000.
Sementarara perkumpulan HRD ini, katanya, baru terbentuk dua tahun ini, sehingga perlu terus meningkatkan kualitas pengetahuan dan pemahamannya, terutama menyangkut perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, di luar urusan di perusahaan masing-masing.
Menurutnya, masih ada sebagian masyarakat yang menganggap bahwa Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika adalah hal biasa. Kalau ini ditinggalkan akan menjadikan negara Indonesia tidak lagi menghargai jati diri bangsa yang telah dirumuskan para pendiri bangsa ini.
Diingatkan Lagi
“Karena itu masyarakat HRD dan alumni perlu untuk diingatkan kembali dan didorong untuk terus melaksanakan nilai-nilai wawasan kebangsaan,” kata ketua alumni FH Unsoed. Ia kini menjabat sebagai sekretaris Dinas Tenaga Kerja, Koperasi dan UKM Pemkab Banyumas ini.
Ma’ruf mengatakan, pemahaman wawasan kebangsaan atau jati diri bangsa saat ini sudah mulai tidak menjadi perhatian lagi di kalangan masyarakat. Khusus untuk HRD, mereka adalah motor penggerak perusahaan karena mengurus sumber daya dalam organisasi perusahaan. Sehingga posisinya sangat penting dan strategis.
“HRD dalam berugas tidak semata untuk mengejar keuntungan atau urusan bisnis saja, namun terkait erat dengan nilai-nilai kebangsaan,” katanya.
Keterkaitannya, kata dia, pertama berhubungan erat dengan kepercayaan (punya agama dan Tuhan). Kedua panduan nilai-nilai (lima sila Pancasila). Ketiga berproses atau terus menerus dan berkelanjutan, tidak berhenti di titik tertentu.
“Tuntutan dan tantangan ke depan, di era globalisasi dan teknologi ini, nilai-nilai kebangsaan sudah tidak menjadi perhatian utama. Karena generasi kita terus berganti,” tandas Ma’ruf, kelahiran Banyumas ini,
Karena tugas HRD cukup strategis sebagai motor penggerak. Baik perusahaan, juga sebagai bagian dari masyarakat bangsa. Mereka memiliki tanggung jawab besar untuk membangun sumber daya manusia.
Ma’ruf menerangkan, wawasan kebangsaan merupakan cara pandang bangsa Indonesia mengenai jati diri dan lingkungannya. Serta mengutamakan kesatuan dan persatuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
“Inisiatif untuk menggelar dialog seperti luar biasa. Saya sangat apresiasi, karena sejalan dengan misi yang sedang gencar kita lakukan. Selaku leader, HRD harus mampu meneruskan informasi dan pengetahuan wawasan kebangsaan kepada para pekerja di bawahnya,” jelas Ma’ruf.
Selain menyasar ke kalangan HRD, gerakan untuk menguatkan pemahaman tentang wawasan kebangsaan. Juga dilakukan MPR di kampus-kampus, menyentuh kalangan mahasiswa, penyelenggara negara hingga komunitas-komunitas yang menyebar di bumi nusantara ini.
Prof Fauzan menekankan, nilai-nilai kebangsaan ini sudah melewati berbagi cobaan, namun tetap eksis, bahkan berbagai negara lain justru ingin meniru apa jati diri yang dimiliki bangsa Indonesia.
“Yang paling berbahaya kalau kita tidak mau membaca sejarah bangsa ini. Betapapun besarnya kemajuan informasi dan teknologi, kalau kita masih kuat pemahaman dan pengalaman nilai-nilai jati diri bangsa, tetap tidak mudah goyah,” katanya. (G22-20)