Tak terikat tempat, waktu kerja dan manajemen, namun berpenghasilan tinggi melebihi kalangan profesional dan pegawai negeri. Gambaran sejumlah profesi berbasis dunia digital ini diam-diam mulai ditekuni banyak orang di Banyumas. Mereka bekerja secara perorangan hingga berkelompok sehingga ekosistem digital ini semakin terbentuk.
“Di Cilongok ada desa yang puluhan pemudanya kini menekuni dunia YouTube. Karena salah satu anak mudanya terbukti berhasil meraup jutaan rupiah dari konten video berburu hantu,” ujar Suharno, YouTuber asal Ajibarang yang kondang dengan nama Pak Sabar Sulap.
Meski kelihatannya senyap, namun aktivitas profesi dunia digital terbilang terus menggeliat. Apalagi terbukti dengan menjadi ‘instagramer, YouTuber, blogger, vlogger, dan influencer lainnya, mereka mampu meraup jutaan rupiah. Penghasilan itu didapatkan secara ‘online’ dan ‘offline’ karena interaksinya dengan media sosial.
“Beragam profesi industri kreatif berbasis digital dulu tak pernah eksis, kini terus muncul bahkan berdiaspora di pinggiran desa wilayah Banyumas Raya. Di antara para pekerja kreatif yang mayoritas kaum milenial ini” kata peraup puluhan juta rupiah dari efek YouTube.
Para pegiat profesi digital ini dituntut kreatif. Di antara mereka berasal dari beragam latar belakang kemampuan mulai dari iseng hingga pegiat jual beli daring, komunitas perfilman, periklanan, fotografi, desain grafis, fashion bergenre lokalitas, electronic sport (e-sport), seni, transportasi hingga kerajinan tangan. Para pelaku industri kreatif ini, terus menjaga eksistensi ide, inovasi dan kreativitas mereka.
“Di ruang sunyi mereka berkompetisi, unjuk diri dan kompentesi untuk menjadi yang terbaik. Mereka bertarung menunjukkan kemampuan diri dan prestasi di lingkup lokal, regional hingga internasional,” kata warga Ajibarang ini.
Percaya Diri
Untuk berhasil menekuni profesi digital ini, dibutuhkan kesabaran, ketekunan dan kepercayaan diri. Kecerdasan untuk menangkap peluang pasar juga diperlukan untuk bisa berhasil menekuni dunia digital ini. Sikap mau belajar dan berkomunitas juga sangat penting bagi mereka yang ingin menekuni profesi digital ini.
“Kalau ingin menjadi YouTuber, mulailah dari diri sendiri, misalkan hobi dan sebagainya. Setiap hari unggah video, bagaimanapun kualitas video kita. Niscaya dengan itu 1000 subscriber hingga 4000 jam tayang akan bisa kita peroleh. Jangan segan belajar ke orang lain yang lebih berpengalaman,” jelas Sabar.
Bagi para pegiat industri kreatif, pengguna internet yang mencapai separuh lebih populasi penduduk Indonesia menjadi peluang sekaligus tantangan. Tekad mau belajar memanfatkan teknologi, jaringan sosial dan cerdas mencari ceruk pasar lokal dan global menjadi modal bagi mereka untuk sukses di era revolusi industri 4.0 ini. Tanpa disadari keseriusan pengelolaan industri kreatif telah melahirkan banyak wirausahawan, entrepreuner muda, meski dari daerah pinggiran.
“Dengan kreativitas dan teknologi digital, semua dilaksanakan meski berada di desa termasuk usaha mandiri dengan pasar luas tanpa batas. Kami mengadakan even Pulang Kampung Festival (PulKamFest) sejak 2016 sebagai wadah para pegiat industri kreatif di wilayah Banyumas dan Cilacap untuk unjuk diri dan membuktikan bahwa di Desa Juga Bisa!,” ujar Budi Haryanto, pemilik studio Jegos Studio, Kebasen yang produk kriya berbahan kayu menyebar ke seluruh wilayah nusantara.
Penghasilan yang menggiurkan menjadi daya tarik generasi muda untuk terjun di tengah pekerjaan yang ”tak terlihat” ini. Dari Komunitas Bisnis Online Banyumas (Kombass) ataupun Internet Marketer Nahdlatul Ulama (IMNU) Banyumas saja, ada pemuda berumur sekitar 19 tahun, namun telah meraup puluhan juta rupiah, berkat menekuni profesi digital.
“Bisa dikatakan dengan bermodal laptop atau bahkan ponsel pintar saja, mereka bisa menekuni pekerjaan hal tersebut. Yang penting ada akses internet, pekerjaan itu akan berjalan. Jadi, tak harus terpaut tempat dan waktu kerja,” ujar Dini Rahmat Aziz pegiat Kombass dan IMNU Banyumas.
(Susanto-)