PURWOKERTO – Ada yang beda dalam wisuda ke-70 Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), yang berlangsung di Auditorium Ukuwah Islamiyah kampus tersebut, Sabtu (25/2/2023).
Salah satu wisudawan adalah mahasiswa dari keluarga tidak mampu, namun berkat perjuangan orang tuanya, sebagai pengayuh becak dan pembantu rumah tangga, ia bisa lulus cepat dengan nilai IPK 3,46.
Dia adalah Ema Muktiani (23), wisudawan dari Fakultas Keguruahn dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Baca Juga : Wow Mahasiswa Prodi Farmasi UMP Raih Juara II Lomba Poster Internasional
Saat akan memasuki area wisuda, Ema bersama ibunya, Sudiyah (50) naik becak
yang diayuh langsung oleh bapaknya, Mahrudin Jatun (50).
Becak diayuh dari gerbang masuk kampus atau halaman gedung rektorat menuju lokasi wisuada dan disambut Rektor UMP, Dr Jebul Suroso bersama jajaran senat dan rektorat.
Ema mengaku bangga kepada kedua orang tuanya yang bisa membiyai kuliahnya hingga lulus, meskipun dengan biaya kuliah pas-pasan selama 4,5 tahun.
Karena dari keluarga yang biasa saja, ia kadang merasa minder, mengingat sebagian besar temen berasal dari keluarga berada.
Namun karena tekad yang kuat sejak kecil ingin menjadi guru, rasa minder sering diabaikan.
Ia juga harus bisa berhemat uang saku dan pengeluaran lain yang tidak penting dan mendesak.
“Alhamdulilahnya, temen-teman tidak memandang dari latar belakangnya. Mereka tetap berteman dengan baik,” katanya.
Awal sebelum pandemi, ia sempat indekos. Namun setelah itu pulang-pergi (nglajo) langsung dari kampugnya di Desa Tinggarjaya Kecamatan Jatilawang dengan jarak tempuh sekitar 1 jam tiap hari.
Mahrudin merasa bersyukur dan bangga berkat kerja keras dan doannya, anak bungsu dua bersuadara ini bisa kuliah dan lulus sebagai sarjana pendidikan guru.
Selama membiayai ia tak pernah mengeluh dan menyerah untuk bisa meluluskan anaknya.
Selama membiayai kuliah, warga RT 2/RW 10 ini bersama istri mengandalkan penghasilan mengayuh becak dan menjadi pembantu rumah tangga di daerahnya.
Untuk menambah penghasilan, ia juga memelihara kambing, hasil bantuan dari desa, program ketahanan pangan keluarga yang tidak mampu.
“Sehari kadang dapat Rp 23.000-Rp30.00, tapi kadang kala kosong. Kalau istri sebulan bayaranya sekitar Rp 600.000, bisa buat tambahan biaya,” katanya.
Diakui sering mengalami kendala pembiayaan. Upaya kerja keras dan terus
berdoa, akhirnya niat ingin memberi bekal masa depan anaknya bisa terkabulkan.
Pihak kampus juga memberi kelonggaran saat pembayaran SPP belum terkumpul cukup biaya.
“Nggak terbayangkan, saya seorang penarik becak kok bisa mengkuilahkan anak sampai lulus sarjana. Saya juga bangga sama yang mendidik dan membimbing bisa sampai lulus. Setelah ini, harapannya bisa dapat kerja biar nanti kalau saya sudah tua dan nggak bisa lagi kerja, bisa menafkahi
dan merawat,” tuturnya.
Rektor UMP, Dr Jebul Suroso mengatakan, wisuda ke-70 ini banyak keistimewaan dari 673 wisudawan.
Baca Juga : FH UMP Kaji Perbandingan Kebijakan Judicial Review Tiga Negara
Pertama, salah satu wisudawan, Ema Muktiani, sosok yang sangat percaya diri, tak memandang strata dengan latar belakang orang tuanya sebagai pengayuh becak, bisa berhasil menjadi seoarang sarjana. Termasuk wisudawan dari penyandang difabel (disabilitas) dan anak-anak dari keluarga besar UMP.
“UMP mengelola itu, dan selama mereka kuliah juga kita beri kemudahan-kemudahan seperti beasiswa, keringanan SPP, dan yang difabel saat kuliah kita tempatkan yang akses masuk dan naik dekat dengan lift,” kata Jebul.
Pada wisuda ini, UMP juga melakukan nota kesepahaman dengan sejumlah pemerintah daerah untuk model kuliah afirmsi. Yakni pemerintah daerah memberi beasiswa kepada putra daerahnya kuliah di UMP.
“UMP bakal buka kelas PSDKU (program studi di luar kampus utama), yakni di Kabupaten Pengandaran Jawa Barat, di Bangka dan Belitung,” terangnya.(aw-7)