BANJARNEGARA – Kaum perempuan dinilai sangat strategis dalam pembangunan masyarakat.
Sudah saatnya kaum perempuan berani tampil di ranah publik dan dunia politik untuk mengoptimalkan perannya dalam pengambilan keputusan.
Subkoordinator Perlindungan Perempuan pada Dinas Permberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan KB Jateng, Asterina mengatakan, dalam keseharian banyak perempuan aktif di kegiatan sosial.
Baca Juga : Geo Dipa Energi Forkompinda dan Warga Capai Kesepakatan
Namun, pada saat pengambilan keputusan, perempuan diposisikan sebagai pihak yang harus menerima.
“Saya yakin ibu-ibu banyak terlibat di Kader PKK, keagamaan, dasawisma dan lainnya. Sayangnya, saat rapat untuk pengambilan keputusan, pasti dilibatkan tapi hanya jadi seksi konsumsi. Kalaupun di depan, hanya jaga absensi, betul tidak?” katanya, saat kegiatan peningkatan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan sebagai implementasi Serat Kartini, di Desa Kaliurip, Kecamatan Madukara, Banjarnegara, Senin (13/3/2023).
Karena itu, dia mendorong dalam aktivitasnya di organisasi, kaum perempuan harus mampu mengembangkan diri dengan meningkatkan kapasitasnya.
Dengan demikian, keberadaannya diakui dan bisa menjadi bagian penting dalam pengambilan keputusan.
“Ini akan menghapus stigma perempuan sebatas kanca wingking,” tandasnya.
Sekretaris Komisi E DPRD Jawa Tengah Sri Ruwiyati menjelaskan, perempuan memiliki akses yang sama di berbagai aspek kehidupan, termasuk politik.
Mengabaikan perempuan dalam proses politik sama artinya dengan meniadakan demokrasi.
Politisi perempuan PDI Perjuangan ini mendorong agar perempuan berani tampil di arena publik dan politik.
Sejauh ini belum banyak perempuan yang menyukai kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan.
“Bisa jadi karena kesempatan yang terbatas atau karena lemahnya dukungan baik internal maupun eksternal,” ujarnya.
Ketua KPU Jawa Tengah Paulus Widiyantoro mengatakan, hak politik perempuan diatur dalam UUD 1945.
Diharapkan perempuan masa kini tidak terjebak pada stigmatisasi sebagai kanca wingking.
“Stigmatisasi ini merupakan diskriminasi terhadap perempuan yang harus dihilangkan,” katanya.
Peran perempuan dalam politik, lanjutnya, sangat terbuka baik sebagai bagian dari penyelenggara Pemilu maupun peserta Pemilu.
Sebagai penyelenggara, ada ketentuan untuk memperhatikan 30 persen keterwakilan perempuan.
“Afirmasi perempuan dalam penyelenggaraan Pemilu memperhatikan keterwakilan perempuan di KPU. Kondisi riil saat ini, dari 175 anggota KPU di Jateng, perempuan hanya sekitar 28 persen. Tapi ada 7 KPU kabupaten/kota yang dipimpin perempuan,” jelasnya.
Baca Juga : Alhamdulillah Status Gunung Dieng Turun Jadi Normal
Begitu juga sebagai peserta Pemilu, partai politik harus mengajukan calon anggota legislatif minimal 30 persen perempuan untuk setiap daerah pemilihan.
Pihaknya akan mencoret seluruh caleg parpol di suatu dapil jika tidak memenuhi ketentuan tersebut.
Dikatakan, menjelang kontestasi Pemilu 2024 ini, banyak parpol sedang mencari kader perempuan untuk memenuhi keterwakilan 30 persen.
Perempuan punya peluang yang luar biasa dalam keikutsertaan Pemilu. (cs-7)