Di belakang komplek Dalem Kadipaten Banyumas atau komplek Kota Lama Banyumas, terdapat sumur berdiameter 15 cm dengan kedalaman tiga meter yang telah bertahan selama berabad-abad. Sumur yang dikenal dengan nama Sumur Mas ini, dianggap sebagai sumur keramat yang menjadi tempat banyak orang untuk bermunajat.
Keberadaan Sumur Mas menjadi bagian terpenting di antara tujuh sumur yang semuanya berada di halaman belakang atau Taman Sari. Tiga sumur terletak di sisi barat, tiga sumur lain terletak di sisi timur, sedang Sumur Mas tepat berada di garis tengah.
Juru Pelihara Sumur Mas, Triyono Indra W (37) menuturkan, Sumur Mas acap menjadi tempat bermunajat bagi pengunjung yang datang, tak terkecuali beberapa pejabat yang memiliki keinginan untuk menjaga atau meraih jabatan lebih tinggi.
“Beberapa pejabat sering ke sini untuk berdoa. Mereka cuci muka lantas meminum air, mengambil ruh kepemimpinan para leluhur Banyumas,” ujar Triyono saat ditemui di komplek Kadipaten Banyumas, Desa Saudagaran Kecamatan Banyumas.
Menurut Triyono, kejadian-kejadian yang tidak disangka kerap terjadi dengan Sumur Mas. Bisa jadi saat musim hujan, sumur kering sedang saat musim kemarau air lancar mengalir. Keunikan yang lain, setiap bulan Ramadan, air sumur hanya akan tersedia selama tiga hari setelah malam Jumat Kliwon.
“Seorang pejabat berkali-kali gagal menimba padahal sumur dipenuhi air. Bisa jadi pula, air yang dikenal jernih di Sumur Mas ini, tiba-tiba keruh saat ditimba,” kata Triyono.
Triyono menjelaskan, siapa pun yang hendak bermunajat di Sumur Mas mesti menimba air tanpa dibantu juru kunci. Mereka yang datang dan memiliki kepentingan dengan Sumur Mas, juga disarankan memenuhi sejumlah syarat, seperti membawa kembang telon, kinangan, rokok kemenyan, pisang mas raja, kemenyan dan minyak duyung.
“Perkakas timba untuk menimba airnya juga khusus, yakni tempurung kelapa gading yang memiliki makna ingatan pada leluhur dan benang merah yang melambangkan kesetiaan,” tambah Triyono.
Pengalaman seperti ini juga diceritakan oleh Aris, warga Kebumen yang sudah empat kali berkunjung ke Sumur Mas. Menurut Aris, ketika tiga kali berkunjung ke Sumur Mas, dia selalu gagal menimba airnya, padahal air di dalam sumur terlihat tergenang.
“Yang keempat kalinya saya baru bisa dapatkan airnya,” cerita Aris.
Keberadaan Sumur Mas di komplek Kadipaten Banyumas, memiliki kisah yang menjadi latar belakang keberadaannya. Triyono menceritakan, pada tahun 1708 seorang lelaki priyayi bertapa di Wanasepi, perbukitan angker yang kini jadi bagian wilayah Desa Binangun, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas.
Ketika matahari mulai tenggelam, terlihat suatu garis cahaya tak biasa tegak lurus menyentuh daratan menembus rindang hutan belantara. Pertapa itu memahaminya sebagai wangsit, lantas ia berjalan bertelanjang kaki menuju titik garis cahaya itu.
Kejadian ini bersamaan dengan kondisi wilayah Banyumas yang tengah mengalami kisruh politik. Pertapa berdarah biru bernama Raden Malik Gandakusuma yang kelak tersohor sebagai Yudanegara II Bupati Banyumas ke-7 ini, berusaha menenangkan batin di Wanasepi, ia mencari petunjuk spiritual, cara mengatasi kekisruhan yang telah membawa dampak kesengsaraan rakyat.
“Raden Gandakusuma meneruskan perjalanan menuju hutan. Sampai kemudian ia sampai di mata air berwarna keemasan sebab pantulan cahaya senja. Di mata air itulah, Raden Gandakusuma lantas berwudhu dan melakukan Salat Magrib. Mendekatkan diri pada Pencipta, ia mendapat bisikan agar memindah pusat pemerintahan di wilayah mata air itu berada,” kata Triyono.
Mata air tersebut, konon akan menjadi perantara mengusir bencana juga penyakit yang menyengsarakan rakyat Banyumas. Juga kekuatan bagi para pemimpin yang memiliki niat baik mengentaskan penderitaan rakyat jelata.
Singkat cerita, lantas dibangunlah kadipaten sesuai wangsit tersebut. Mata air yang lantas dikenal luas sebagai Sumur Mas, menjadi bagian paling khas di belakang komplek Dalem Kadipaten.
Diskusi tentang artikel