SORE di selatan Terminal Baturraden, Purwokerto, aktivitas sebuah gang dengan pintu cat oranye bergeliat. Hilir mudik orang keluar masuk gang itu adalah pemandangan sehari-hari komplek indekos di RW 7, Desa Karangmangu, Kecamatan Baturraden, Banyumas. Gang Sadar, begitulah nama populer yang disandang oleh tempat indekos ini.
Tak jarang, ada beberapa pria duduk-duduk di depan gang ditemani kopi sembari menawarkan tumpangan ke beberapa lokasi wisata yang ada di kaki Gunung Slamet ini.
Warga setempat, Kuat Angga mengaku sudah terbiasa menyaksikan pemandangan ini sejak kecil. Menurut dia, geliat Gang Sadar sudah ada sejak tahun 1978.
“Saya ingat dulu ada tiga mami pertama yang dikenal, Mami Eem, Teh Ecin dan Mariam. Semua sudah meninggal dunia,” kata Angga, warga lokal.
Menurut pria yang tergabung dalam kelompok Jagabaya Baturraden ini, gang tersebut merupakan sebuah komplek indekos yang dibangun oleh warga setempat. Bangunan itu awalnya disewakan untuk karyawan hotel dan panti pijat yang tersebar di Baturraden.
Lambat laun, penghuni indekos juga menyediakan layanan plus bagi tamu yang berlibur ke kawasan wisata ini. Para pramunikmat itu berkembang pesat sekitar tahun 1978. Sehingga penduduk lokal menyebut kawasan itu dengan nama “Komplek”.
“Dulu, vila di sini belum dialiri listrik. Jadi ada istilah Vila Teplok untuk menyebut tempat “eksekusi” tamu Komplek,” ujar pria bertubuh tambun ini.
Kode Etik
Angga menuturkan, sejak dahulu, penghuni Gang Sadar memiliki “kode etik” khusus. Di antaranya, mereka tidak boleh melayani tamu di indekos serta wajib berpakaian sopan.
Aturan lainnya, mereka harus mematuhi jadwal yang ditentukan oleh komunitas Timer atau penjaga waktu. Mereka bertugas mengingatkan pelanggan yang menggunakan waktunya melebihi dari waktu yang disepakati. Kesepakatan ini biasanya dilakukan untuk transaksi short time.
Istilah ”Gang Sadar” sendiri, kata Angga, mulai populer sekitar tahun 1993. Sebutan ini dialamatkan kepada para penghuni indekos. “Harapannya, agar mereka sadar dan segera insaf dari perbuatannya,” kisahnya.
Meski demikian, hingga saat ini, lebih dari 300 orang dari berbagai profesi menggantungkan hidup dari perputaran uang di komplek Gang Sadar. Mulai dari pramunikmat, penyedia jasa perantara, tukang ojek, pedagang asongan, asisten rumah tangga yang bertugas membersihkan rumah dan mencuci pakaian.
Hotel-hotel pun punya trik tersendiri untuk menutupi aktivitas pemuas nafsu itu. Pengelola menyediakan paket transit selama tiga jam.
“Hotel di sekitar Baturraden juga bergantung dari Gang Sadar. Jadi memang tidak semudah itu kalau ingin menutup komplek ini,” ujar Angga.