BANYUMAS – Wacana Bupati Banyumas, Achmad Husein yang menjadikan ciu sebagai bahan alternatif hand sanitizer disambut baik para perajin ciu di wilayah Desa Wlahar, Kecamatan Wangon, Jumat (20/3). Mereka berharap hal itu benar-benar terealisasi dan menguntungkan bagi para perajin.
Perajin ciu asal Wlahar, Rempi (56) mengaku setuju dengan rencana pengalihan produksi ciu sebagai bahan farmasi pencegah penyebaran korona. Apalagi sejak merebaknya berita dan isu penyebaran korona, penjualan ciu menurun drastis. Selama beberapa hari kemarin, ia bersama suami juga tidak memproduksi ciu sebagaimana biasanya.
“Yang penting ini menjadi laku dan menguntungkan kami. Kami setuju. Kalau sekarang sepi, mungkin karena korona. Untuk satu liter ini biasanya dijual Rp 25 ribu- Rp 30 ribu,” jelasnya.
Rempi mengaku ketika ramai, produksi ciu di rumahnya bisa mencapai 30-50 liter perhari. Bersama suami ia bekera sejak pukul 02.00 dini hari untuk memasak gula dan tape fermentasi yang telah direndam 10 hari. Gula dan tape yang telah difermentasi ini, ditempatkan ke dalam panci selanjutnya disuling untuk menghasilkan uap. Uap yang mencair tetes demi tetes inilah yang ditampung ke dalam toples dan menjadi ciu.
Perajin ciu lain, Jaswadi mengatakan tidak mengetahui standar kadar alkohol yang bisa digunakan untuk handsanitizer. Namun untuk menandai kualitas kadar alkohol ciu, perajin mengukurnya dengan komposisi bahan dan daya bakar ciu.
“Semakin banyak gula dan tape ini disuling maka ciu yang dihasilkan semakin baik. Apalagi kalau dibakar akan menyala cepat. Itu yang menjadi ukuran kami,” jelasnya.
Dua Kali Destilasi
Kepala Desa Wlahar, Narsim menyambut baik rencana dari pemerintah daerah yang akan menjadikan ciu sebagai bahan pembuatan penyanitasi tangan. Hal ini penting agar ciu bisa menjadi lebih dimanfaatkan untuk kepentingan farmasi. Dengan hal inilah, permasalahan legalitas ciu bisa direalisasikan.
“Kalau untuk membuat hand sanitizer ini diperkirakan membutuhkan dua kali destilasi atau penyulingan. Jadi ciu yang sudah jadi disuling kembali agar memiliki kadar alkohol 70-80 sehingga memenuhi syarat menjadi hand sanitizer pembunuh kuman,” katanya.
Dijelaskan Narsim, untuk menghadapi wacana tersebut, pemerintah daerah telah mengambil sampel ciu untuk pembuatan penyanitasi tangan ini. Sebagai kepala desa, ia berharap agar wacana ini bisa benar-benar direalisasikan dan menguntungkan bagi para perajin ciu di desanya. Apalagi produksi ciu ini menjadi mata pencaharian mayoritas warga Wlahar.
“Untuk jumlah perajin ciu Desa Wlahar mencapai 400 rumah tangga, kalau ditambah Desa Cikakak dan Windunegara bisa mencapai 508. Untuk jumlah produksi tiap-tiap perajin sangat bervariasi tergantung alat produksi dan modal yang mereka miliki,” jelasnya. (K37-)