TELAH tiga bulan lebih kita stay at home. Bekerja, belajar, dan beribadah di rumah. Anak-anak sekolah dipaksa Covid 19 agar belajar di rumah, demikian juga mahasiswa harus ujian skripsi daring. Awal kasus stay at home terasa menyenangkan, karena dapat santai.
Kuliah online sambil rebahan, sarungan, dasteran, dan sebagian mungkin ada yang ujian skripsi dengan berlagak pakai jas almamater namun ternyata bawahannya dengan celana pendek. Merasa bebas, karena ndak ketahuan. Pada tulisan pendek nan santai ini kita akan coba bahas terkait dengan upgrade spiritual dan kreativitas yang harusnya muncul dari pandemi Covid 19 ini.
Pandemi ini mulai terasa setelah melanda hampir dua minggu berjalan. Dampak dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau lockdown wilayah terasa pada sebagian besar dunia usaha, terutama jasa wisata, transportasi, perhotelan, pendidikan, dan perdagangan terkait.
Dampak lanjutannya menjadi masif. Lihat saja perusahan-perusahan harus melakukan PHK sebagian karyawannya. Rilis bisnis.tempo.com, 8 Juni 2020, di negeri kita tercinta, tercatat 3.05 juta karyawan kehilangan pekerjaan. Tidak hanya karyawan yang tiba-tiba kehilangan pekerjaan, namun deretan nama-nama perusahan-perusahan raksasa tumbang akibat pandemi ini.
Asalnya prahara ini semua adalah hanya “seekor” virus, yang kemudian disebut dengan Covid 19, yang kecilnya bisa jadi 1/1.000.000 dari nyamuk kebon. Makhluk yang satu ini dapat nyebar dan bermutasi dengan sesuka hati, beranak pinak jika “difasilitasi”.
Ini mengingatkan kita pada QS Al-Baqarah tentang deskripsi makhluk yang sangat kecil bahkan yang lebih kecil dibanding nyamuk dapat menjadi prahara global. Perusahaan-perusahaan raksasa kolaps karena serangannya. Prahara nyamuk (penyakit yang dibawa nyamuk) seperti Malaria, DBD, dan lainnya telah menjadi pengalaman kita dalam kehidupan kita ini.
Dari peristiwa ini, ada hal yang dapat kita petik, di antaranya: a) Allah sebagai Tuhan hadir mengenalkan diri-Nya melalui makhluk remeh yang sangat kecil (tidak tampak). Ini, secara spiritual harusnya menyadarkan kita sebagai makhluk yang berakal untuk dapat lebih memahami hukum alam ciptaan Tuhan ini bagian dari skenario Tuhan bagi diri manusia untuk meningkatkan kapasitas spiritual kita, bahwa Allah sebagai Tuhan hadir mengajari manusia melalui Covid 19 untuk selalu berinovasi dan melakukan hal canggih yang sebelumnya mungkin belum pernah terjadi. Ini pelajaran “ilmu ladunni” massif yang Allah berikan, yang ilmu ini biasanya diingini oleh santri-santri yang mondok di pesantren.
Kita bisa bayangkan, pesantren yang semula ngaji tradisional (sorogan, bandongan) tiba-tiba secara “ladunni” menggunakan medsos seperti liveYoutube, Zoom, Google Meet, dan lainnya. Bahkan ada Pondok Pesantren Sufi di Jawa Timur (Pesantren Haqquna) yang diasuh KH Fauzan, menggunakan Jitsi Meet sebagai wasilah ngaji dengan jamaahnya. Ini suatu yang luar biasa. Apalagi lembaga pendidikan modern seperti sekolah maupun madrasah telah mengambil pelajaran penting ini.
Di kampus, tiap hari ada webinar. Pesertanya selalu membludak. Kegiatan yang dulu seminar beralih menjadi webinar. Kuliah yang dulu offline menjadi blended atau online, ini ilmu “ladunni” yang mana guru dan murid dipaksa paham.
“Ilmu ladunni” ini, harusnya juga ditangkap oleh pemerintah untuk memperluas infrastruktur jaringan internet ke pelosok-pelosok desa, agar peserta didik yang terlahir di pelosok dapat mengatasi masalahnya terkait dengan sinyal. Ketersediaan jaringan internet menjadi bagian penting era kini.
Kita sudah harus memulai riset agar jaringan internet dapat disalurkan melalui media tumbuhan dan air. Tidak hanya melalui pemancar dan satelit. Ketika media salurannya tumbuhan, maka masalah sinya akan teratasi pada wilayah-wilayah perbukitan dan pegunungan yang tertutup rimbunnya tumbuhan. Maaf ini sepertinya tidak masuk akal karena aneh. Tapi, ingat bahwa temuan-temuan yang kita nikmati saat ini adalah hal aneh pada jamannya. (K17-)
*Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan/FTIK IAIN Purwokerto