BANYUMAS-Puluhan karyawan dan pengusaha peternakan ayam petelur di wilayah Kecamatan Sumbang, menggelar aksi protes terkait upaya pemerasan oleh oknum aparat kepolisian, di lokasi peternakan Desa Limpakuwus, Kecamatan Sumbang, Selasa (26/1/2021).
Karena upaya dugaan pemeasan tersebut tidak dipenuhi, maka saat ini usaha peternakan ayam petelur dikasuskan di jalur hukum. Salah satunya, sudah masuk di Pengadilan Negeri Banyumas.
Koordinator aksi protes, sekaligus Ketua Paguyuban Peternak Ayam Petelur Kabupaten Banyumas, Gembong Heru Nugroho mengatakan, usaha perizinan kandang peternak sebenarnya sudah lengkap. Awalnya usahanya dibidik soal polusi, air bawah tanah dan penerangan. Namun hal itu tidak terbukti.
“Kemudian kami dibidik soal dianggap tidak memiliki dokumen UKL-UPL. Sejak ada temuan itu, kami langsung mengurus dan masih menunggu hasilnya. Kami tidak tahu karena usaha ini sudah berjalan lama, dan selama ini pemerintah desa dan kabupaten juga tidak mempersoalkan,” katanya dalam orasinya saat aksi protes di lingkungan peternakan.
Pihaknya menduga, usaha peternakan ini memang dicari-cari kesalahannya. Dia mengaku, selama ini dari kalangan peternak juga sudah membangun membangun sinergitas dengan kepolisian. Padahal saat pergantian kepemimpinan (Kapolresta-red), pihaknya juga sudah menyampaikan kondisi yang dialami kalangan peternak di masa pandemi Covid-19 ini.
“Terus terang saja, kami awalnya dimintai uang oleh oknum polisi sampai Rp 90 juta. Dan yang menginformasikan ke paguyuban, beberapa peternak lain juga didatangi untuk dicari-cari kesalahannya,” katanya lugas.
Karena pihaknya tidak bersedia memberikan uang tersebut, lanjut Gembong, pihaknya menduga, usaha peternakan yang ada di Limpakuwus kemudian diperkarakan, dan saat ini sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Banyumas.
“Kalau mendukung untuk kegiatan operasional kepolisian, kami bisa membantu sebagai bentuk sinergitas. tapi kalau langsung oleh oknum polisi, kami menolak. Dan Rabu besok, saya juga dipanggil sebagai saksi,” tambahnya.
(Baca Juga : Sudah Diseleksi Terbuka, Jabatan Kadis Peternakan Masih Dikosongkan )
80 Karyawan
Menurutnya, jika kandang tersebut tutup, maka ada sekitar 80 karyawan terancam tidak bisa bekerja kembali. Diakui, dalam situasi masa pandemi ini, bagi peternak ayam, masuk situasi sulit. Padahal usaha peternakan ini ikut menopang ketahanan pangan.
“Mestinya saat kami mengurus UKL-UPL, dibimbing, dilindungi dan diayomi, karena soal UU kami buta sama sekali. Tidak terus diperas seperti ini. Dalam situasi seperti ini, kami bisa bertahan saja sudah bagus,” ujarnya.
Sejumlah peternak masih bisa bertahan, lanjut dia, karena tetap ingin mendukung program pemerintah untuk sektor ketahanan pangan, khususnya telur. Saat ini harga telur di tingkat peternak antara Rp 15.500- Rp 16.000 per kilogram.
“Dengan harga itu, kami pun masih menanggung kerugian Rp 3.000 per kg. Untuk bisa BEP, harusnya Rp 19.000/kg. Dan untuk peternak petelur yang masih bertahan tidak lebih dari 10 orang. Padahal sebelumnya sampai 200-an peternak,” terangnya.
Tokoh masyarakat Desa Limpakuwus, Darwo Sukarso mengatakan, keberadaan kandang peternakan tersebut selama ini sangat menopang ekonomi warga setempat, karena mereka bisa bekerja. Sinergitas antara pihak kandang dengan lingkungan, pihak desa dan pemuda sudah terbangun dengan baik.
“Kalau kandang ini ditutup gara-gara diperkarakan oknum aparat, terus pekerja-pekerja ini mau dikemanakan. Dan keberadaan kandang ini tidak pernah mengganggu lingkungan dan masyarakat, karena jaraknya cukup jauh sekitar 1 km. Tapi justru membantu masyarakat. Kami mohon pihak pemkab dan wakil rakyat bisa membantu,’ katanya di lokasi aksi.
Usaha peternakan tersebut dibangun sejak tahun 2008 Selama belasan tahun sudah berjalan dengan baik dan tidak dipersoalkan. Saat ini dikelola oleh Maryo Suseno sekaligus pemilik Putra Jaya Farm. Untuk produksi telur sekarang sehari maksimal 800 kg. Sebelumnya bisa mencapai 1,5 ton. Jumlah ayam juga menurun drastis, tinggal 15 ribu ekor. Sebelumnya sampai 32 ribu ekor. (aw-3)