Tanpa kelestarian alam hulu Sungai Logawa, Banyumas, ketersediaan air di Kecamatan Kedungbanteng dan Karanglewas bakal terancam. Namun berkat kearifan lokal warga setempat, kelestarian hutan penjaga air di kaki Gunung Slamet itumasih terjaga.
Hingga kini, di Desa Baseh Kecamatan Kedungbanteng, yang merupakan hulu Sungai Logawa masih dipercaya pantangan menebang dan membawa pohon di situs purbakala Baturagung. Barang siapa melanggar pantangan di wilayah hutan lebat seluas 3400 meter persegi itu maka akan mendapatkan hal yang buruk.
“Suatu kali ada warga luar desa membawa ranting kecil keluar dari hutan Baturagung, ternyata pagi harinya mengembalikan ke tempat semula. Sesuai pengakuanya ia bermimpi seseorang untuk mengembalikannya ke sini,” kata Sobirin (68), penjaga situs Baturagung.
Meski dinilai tak masuk akal dan irasional, namun kearifan lokal dan kepercayaan masyarakat tersebut membuat lebat hutan di kawasan hutan Baturagung terjaga. Terjaganya kawasan hutan ini menjadikan sumber air di wilayah Baseh selalu melimpah di setiap musim. Baseh merupakan kawasan penyangga sumber air untuk wilayah hilir yaitu Purwokerto, Karanglewas, dan Kedungbanteng.
Selain pantangan tersebut, di desa yang dicikalbakali oleh Angling Kusuma, kerabat Pangeran Diponegoro. Sejak dulu sejumlah jenis pohon hutan termasuk pohon Benda dilarang ditebang. Terbukti di sekitar lokasi pohon bernama latin <I>Artocarpus elasticus<P> itu masih banyak air.
“Kami bersyukur desa kami selalu berlimpah air dan lahan pertanianpun semakin subur. Bahkan air dari desa kami juga dimanfaatkan oleh desa lain untuk pengairan pertanian dan air bersih,” jelas Perangkat Desa setempat, Ali Munasir.
Terjaganya kawasan hutan di wilayah Desa Baseh dan sekitarnya ini membuat air berlimpah ruah. Tak heran jika ribuan warga desa tetangga Baseh yaitu Desa Kalisalak, Dawuhan Wetan dan Dawuhan Kulon juga memasang pipa air bersih puluhan kilometer dari mata air dari desa setempat. Selain itu, aliran air dari Baseh juga berlimpah mencukupi ribuan hektar sawah di wilayah desa hilir Logawa.
Sesuai dengan data pemerintah, selain sedimentasi, pencemaran, kerusakan daerah hulu juga menjadi penyebab banyak kondisi sungai rusak. Akibatnya ketersediaan air makin menurun tiap tahun dan tak sebanding dengan kebutuhan air yang semakin meningkat. Sadar akan pentingnya hal itulah, upaya reboisasi dan penghijaun kawan hulu Sungai Logawa termasuk di antaranya adalah Curug Gomblang dilakukan sejumlah elemen masyarakat dan pemerintah.
“Selain kearifan lokal dan penjagaan situs purbakala, kami juga berharap agar masyarakat dapat memanfaatkan hutan secara bijak. Pemerintah khususnya Perhutani juga diharapkan makin tegas dalam upaya menjaga kelestarian hutan ini. Berbagai elemen dan komunitas masyarakat juga terus kami gandeng untuk terus menghijaukan hutan,” tegas Kader Konservasi Alam Nasional, Kusno yang juga merupakan warga Baseh.(Susanto-)