PURWOKERTO – Penyiapan payung hukum berupa perda hutan kota di Kabupaten Banyumas, di antaranya untuk menjawab kebutuhan dari Rencana Tata Ruang Eilayah (RTEW) dan Rencana Detail tata Ruang Kawasan (RDTRK) Purwokerto.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda Hutan Hutan Kota DPRD Banyumas, Lulin Wisnu Prajoko mengatakan, penyiapan perda kebutuhan hutan kota tidak boleh menyimpang, namun sebaliknya harus sesuai dengan ketentuan apa yang ada di RTRW Kabupaten Banyumas dan RDTRK Purwokerto.
“Karena dalam aturan itu, ada amanat 30 persen untuk ruang terbuka hijau. Di antaranya harus ada 10 persen untuk hutan kota. Penyediaan lahan 30 persen itu minimal. Cuma untuk penyediaan lahan hutan kota minimalnya 0,25 hektare. Sementara apa yang ada di sini, belum sesuai ketentuan itu,” kata wakil rakyat dari Fraksi PDIP ini, Senin (11/11).
Karena aturan dengan kondisi berbeda di Banyumas, kata dia, Pansus akan mengagendakan untuk konsultasi ke pusat. Ada beberapa sudut kota yang sudah dinyatakan sebagai hutan kota, namun ternyata tidak memenuhi ketentuan syarat perundang-undangan. Seperti Hutan Kota Berkoh dan Hutan Kota Karanglewas.
“Padahal dalam ketentuan UU-nya, ketetapan untuk memenuhi ketentuan ketersediaan lahan, sepenuhnya itu hak bupati,” tandasnya.
Dia mengatakan, raperda hutan kota ini merupakan inisiatif dari DPRD. Jika sudah ditetapkan menjadi perda, nanti pelaksana tetap dari pihak eksekutif. Paling cepat ini direalisasikan 2-5 tahun ke depan.
Pengusulan raperda ini, lanjut dia, juga sudah disambut positif pihak eksekutif, sehingga pihaknya dalam membahas akan serius, supaya perda ini nantinya tidak hanya berlaku temporer, mislanya baru berlaku beberapa tahun langsung diganti lagi.
“Kita juga menyambut baik penetapan wilayah yang masuk kawasan perkotaan yang oleh Dinas perumahan dan Pemukiman sudah diperluas, hingga masuk ke tujuh kecamatan di pinggiran Kota Purwokerto. Jadi ke depan untuk penyediaan lahan hutan kota makin mudah terpenuhi, termasuk untuk ruang terbuka hijau,” tandas dia.
Lebih lanjut Lulin mengatakan, jika dalam penetapan yang menjadi hutan kota tidak masuk aset tanah milik pemkab, maka harus ada pembebasan tanah. Jika lahannya sudah ditetapkan menjadi kawasan hutan kota, pemanfaatan lebih leluasa.
“UU-nya, pemkab bisa memanfaatkan lahan aset yang sudah ada, tapi juga dengan pengadaan. Jika sudah ada lahan, lebih baik dimanfaatkan saja, daripada pengadaan baru. Sehingga anggarannya bisa hemat atau diarahkan untuk program yanglain,” ujarnya.
Supaya pembahasan raperda ini bisa maksimal, kata dia, pihaknya akan studi banding ke sejumlah kabupaten/kota yang sudah menerapkan perda tersebut dan sudah ada hutan kota sesuai ketentuan perundangan. Di antaranya Kabupaten Madiun di jawa Timur.
“Kita nanti juga akan melakukan dengar pendapat masyarakat, termasuk melibatkan dari kalangan akademisi, praktisi lingkungan dan pegitat sosial lainnya,” katanya. (G22-20)