Pendidikan anak-anak yang ada di daerah terpencil, butuh perhatian serius. Anak-anak di Grumbul Pesawahan Desa Gununglurah dan Grumbul Karanggondang Desa Sambirata di Kecamatan Cilongok yang berada di lereng Gunung Slamet, dengan fasilitas minim komunikasi, bukan halangan untuk meraih asa. Faktanya anak-anak pinggir hutan itu tetap bersemangat untuk belajar bahkan mendapat support dari banyak kalangan. Berikut laporannya yang ditulis berseri.
‘‘Assalamualaikum. Selamat pagi. Mari kita awali pelajaran kita pagi ini dengan mengucap Bismillahirrohmanirrohim. Apakah suara saya bisa diterima dengan baik”. ”Ganti…!”.
Sapa salam itu terdegar jelas di salah satu ruangan Madrasah Tsanawiyah (Mts) Pakis di Grumbul Pesawahan, Desa Gunuglurah, Kecamatan Cilongok Banyumas. Di ruang kelas tersebut ada beberapa siswa yang duduk secara berkelompok.
Masing-masing kelompok yang beranggotakan lima siswa, ada sebuah pesawat handy talki (HT) yang menjadi alat komunikasi, tepatnya sarana kegiatan belajar mengajar menggunakan radio komunikasi (KBM Rakom).
”Sekarang bisa belajar dengan mudah. Tidak lagi harus naik ke bukit di tengah hutan untuk mencari sinyal. Suara dari guru yang mengajar terdengar jelas di ruang kelas,” tutur Reza Ramadani, siswa kelas 8 MTs Pakis.
MTs Pakis merupakan sekolah terpencil yang berada di pinggir hutan lereng Gunung Slamet. Meski saat ini memiliki ruang belajar dengan bangunan permanen, jangan dibayangkan MTs Pakis seperti sekolah formal pada umumnya.
MTs ini merupakan sekolah alam. Selain diajarkan pelajaran seperti di sekolah formal, siswa di sekolah ini tidak ada seragam. Mereka belajar secara mandiri sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Di sekolah ini, siswa tak menghabiskan waktu sepanjang hari di kelas. Mereka membagi kegiatan akademik dan kegiatan pembelajaran alam, seperti bertani, beternak dan belajar mengenal alam sekitar. Sekolah ini mungkin menjadi alternatif bagi anak-anak yang terpinggirkan karena kemiskinan dan fasilitas pendidikann yang tak merata.
Kepala MTs Pakis Isrodin mengatakan, konsep awal sekolah ini tak lepas dari muasal kegiatan sanggar belajar Paket C di Grumbul Pasawahan. Di kampung itu, sejak awal 2010-an lalu, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Argowilis membuka Paket C untuk masyarakat setempat.
Isrodin mengatakan seluruh siswa MTs Pakis berasal dari keluarga yang kurang mampu. Sekolah menggratiskan biaya sekolah, mulai dari biaya pendaftaran, daftar ulang, hingga biaya bulanan.
Meski begitu, seringkali, orang tua siswa membawa hasil bumi, seperti beras, ketela pohon, pisang, ubi jalar, dan ayam meski tak diwajibkan. Itu adalah tanda terima kasih kepada para pengajar yang telah memberi kesempatan anak-anak mereka bersekolah, di tengah impitan ekonomi.
Setelah mendapat respon positif, PKBM Paket C ini kemudian berubah menjadi MTs. Madrasah ini kemudian diberi nama Pakis sebagai pilihan sesuai dengan nama tumbuhan khas pegunungan yang tumbuh subur di kawasan sejuk di lereng Gunung Slamet.
Nama Pakis juga berarti Piety atau kesalehan, Achievement berarti prestasi, Knowlegde atau ilmu pengetahuan, Integrity atau integritas, dan Sincerity atau keikhlasan.
Keberadaan MTs Pakis menjadi solusi bagi anak-anak pinggir hutan yang tidak bisa mengeyam pendidikan formal seperti halnya anak yang ada di kota yang lengkap dengan berbagai fasilitas. MTs ini menjadi tambatan bagi anak-anak di pinggir hutan yang haus akan knowledge.
”Keberadaan MTs Pakis menjadi harapan bagi anak-anak yang tinggal lereng Gunung Slamet yang jauh dari sekolah dan umumnya dari keluarga tidak mampu. MTs ini mendidik anak-anak dari Grumbul Pesawahan, Desa Gununglurah dan Grumbul Karanggondang, Desa Sambirata di Kecamatan Cilongok,” terang Isrodin saat penyerahan bantuan alat komunikasi handy talky (HT) dari Wakil Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono, Jumat (14/8).
Ketekunan dari pengelola dan para relawan serta tingginya animo masyarakat membuat MTs Pakis makin eksis. Perhatian dari berbagai elemen masyarakat di luar Pesawahan pun berdatangan. Para siswa yang menimba ilmu di MTs Pakis pun makin semangat untuk meraih asa. Saat ini tercatat ada 20 siswa dari kelas 7, 8 dan 9, dari dua grumbul yang menimba ilmu di MTs tersebut. (Sigit Oediarto)