KARENA pandemi, sejumlah pengikut perhitungan Alip Rebo Wage (Aboge) di Banyumas turut merasakan silaturahmi virtual dengan anak cucu yang tak pulang dari rantau. Mereka yang selama puluhan tahun tak akrab dengan ponsel pintar, kini merasakan keajaiban telepon pintar.
“Mantune inyong, miki ya pasrah keluputan neng HP. Bada kiye ora bali (Menantu saya, tadi ya minta maaf di HP. Lebaran ini tak pulang),” kata Murtaja (86) usai melaksanakan silaturahmi virtual lewat panggila video dengan menantunya.
“Padha baen, putune nyong padha baen. Suara karo gambare persis katon gamblang (Sama, cucuku juga sama tak pulang. Tetapi suara karo rupa terlihat jelas waktu telepon),” kata Rakem (86).
Begitulah percakapan Murtaja (80) dan Rakem (86) para orang tua pengikut perhitungan Alip Rebo Wage (Aboge) di Dusun Gandusari, Desa Cibangkong, Kecamatan Pekuncen, Banyumas saat merayakan lebaran Idul Fitri, Jumat Kliwon (14/5) kemarin.
‘Pasrah Keluputan’ atau saling memberi maaf atas kesalahan melalui ponsel pintar menjadi pengalaman mereka pertama kali ini. Mereka yang tak pernah akrab dengan teknologi informasi memaklumi kondisi pandemi yang membuat anak dan cucu mereka tak bisa mudik dari ibukota Jakarta.
“Yang penting semua sehat waras dan semoga korona ini cepat hilang, sehingga kita bisa ketemu langsung lagi. Ya mau bagaimana lagi, karena tak bisa pulang ya sudah,” kata Murtaja menceritakan.
Pengalaman ‘pasrah keluputan’ dengan menggunakan ponsel pintar milik anaknya ini memang baru pertama kali terjadi. Pasalnya hampir tiap tahun, anak cucunya yang sebagian besar merantau ke Jakarta selalu pulang dan berkumpul tiap hari lebaran tiba.
“Yang penting akad saling bermaafan sudah dijalankan. Semoga di sana baik-baik dan sehat sehingga tahun depan bisa normal kembali,” harapnya.
Rakem juga menyatakan hal yang sama. Tiap tahun cucunya yang merantau biasanya pulang beberapa hari sebelum lebaran. Namun kali ini, karena ada larangan mudik terpaksa ia hanya bisa berkomunikasi dan silaturahmi virtual lewat telepon pintar.
“Tidak apa-apa yang penting semua sehat. Di sini sehat di sana sehat. Dan semoga segera bisa pulang dalam waktu dekat ini. Yang penting di situasi wabah kali ini, semua sehat selamat panjang umur,” harapnya.
Junjung Tinggi Toleransi
Di Dusun Gandusari ini, ratusan warga khususnya generasi tua masih kukuh memegang dan mengikuti lebaran versi kalender Jawa Aboge. Tradisi bersalamanpun dilaksanakan pada hari Jumat kemarin. Dengan kondisi ini, generasi mudapun mengikuti kebiasaan tersebut. Meski berbeda pemahaman dan amalan, namun antar generasi ini tetap menjunjung tinggi toleransi.
“Jadi meski kami sudah lebaran Idul Fitri versi pemerintah pada Kamis, namun kami untuk salaman dengan mereka tetap hari Jumatnya. Itu sudah turun temurun sejak dulu,” jelas Sucipto (33) warga setempat.
(Baca Juga : Lebaran Pengikut Aboge Jumat Kliwon, Ini Cara Menghitung 1 Syawal)
Sebagaimana diketahui, pengikut Aboge menentukan Jumat Kliwon sebagai 1 Syawal dengan rumus Waljiro (Syawal Siji Loro) dari Jumagea (Jumat Wage Jim Akhir). Artinya tahun 2021 ini masuk tahun Jim Akhir di mana 1 Muharam jatuh pada Jumat Wage.
“Kalau Waljiro berarti 1 Syawal jatuh pada hari pertama dari Jumat dan pasaran kedua dari Wage jadi jatuhnya Jumat Kliwon ini. Untuk tahun depan menyesuaikan dengan tahunnya lagi begitu seterusnya,” kata Santibi (76) sesepuh pengikut Aboge setempat.
Dengan perhitungan yang sama, sejumlah pengikut Aboge di wilayah lain di Kabupaten Banyumas juga merayakan lebaran Idul Fitri pada Jumat Kliwon. Ratusan pengikut Aboge di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon merayakan ibadah Idul Fitri di Masjid Saka Tunggal. Begitupun komunitas adat Banokeling di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang dan Dusun Kalitanjung, Tambaknegara, Kecamatan Rawalo. (Susanto-)