Pawukon adalah sistem penanggalan tradisional yang dipergunakan oleh masyarakat Indonesia sejak zaman prasejarah hingga kini. Pawukon memiliki waktu terukur dan menjadi dasar penentuan segala aktivitas daur hidup dan kematian, serta pranata mangsa yang berkaitan dengan perubahan iklim dan cuaca. Pawukon juga menunjukkan karifan lokal dan budaya asli masyarakat Indonesia yang mengakar secara turun-temurun.
Pawukon berasal dari kata “pawu” yang berarti “hitung” dan “kon” yang berarti “waktu”. Pawukon menggunakan dasar perubahan rotasi yang terjadi dalam waktu setiap 7 hari (sapta wara) yang dimulai dari hari redite (minggu) sampai hari tumpak (sabtu). Pawukon juga membagi waktu menjadi 30 wuku, yang tiap wuku bergeser tiap 7 hari sehingga dalam satu rotasi wuku terdiri dari 210 hari (7 hari x 30 wuku).
Tiap-tiap wuku disimbolkan pada figur keluarga Prabu Watu Gunung, yaitu: Prabu Watu Gunung sendiri, 2 orang istrinya (Sinta dan Landhep), beserta 27 putra-putrinya yang bernama: Wukir, Kurantil, Tolu, Gumbreg, Warigalit, Warigagung, Julung Wangi, Sungsang, Galungan, Kuningan, Langkir, Mondosio, Julung Pujud, Pahang, Kuruwelud, Mrakeh, Tambir, Madangkungan, Maktal, Wuye, Manail, Prangbakat, Bala, Wayang, Wugu, Kulawu, dan Dukut.
Pawukon hadir sebagai cara untuk menyeimbangkan rusaknya keseimbangan kosmos karena hubungan incest anak dan ibu yang disebutkan dalam cerita asal-usul Pawukon. Pawukon juga kerap disebut sebagai almanak dan horoskop dalam tradisi Jawa. Pawukon juga telah disalin dalam bentuk naskah atau serat yang ditulis sebelum abad ke-19.
Pawukon dapat ditelusuri keberadaannya melalui data-data arkeologis, seni lukis, seni pahat, seni sastra, dan lain sebagainya. Data arkeologis yang cukup jelas menunjukkan keberadaan Pawukon adalah prasasti-prasasti yang ditemukan di Indonesia, yang selalu dituliskan mulai dari unsur-unsur penanggalan, seperti Prasasti Lintakan, Prasasti Wanua, Prasasti Watu Kura, Prasasti Sirah Keteng, dan Prasasti Singosari.
Pawukon merupakan sistem penanggalan yang unik dan khas yang mencerminkan kearifan dan kebudayaan masyarakat Indonesia. Pawukon masih relevan dipergunakan oleh masyarakat pendukungnya hampir di seluruh Indonesia, terutama di sepanjang pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok.
Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id