Suara Banyumas - Berita Terbaru Seputar Purwokerto dan Banyumas Sekitarnya
  • Topik
  • Banyumasiana
  • Tren Digital
  • Pilihan
Tidak ditemukan hasil
Lihat semua salu
SUARA BANYUMAS
  • Topik
  • Banyumasiana
  • Tren Digital
  • Pilihan
Tidak ditemukan hasil
Lihat semua salu
Suara Banyumas - Berita Terbaru Seputar Purwokerto dan Banyumas Sekitarnya
Tidak ditemukan hasil
Lihat semua salu
Beranda

Pawukon: Sistem Penanggalan Tradisional yang Kaya Makna

Minggu, 2 Februari 2025
Topik Banyumasiana
A A
© kebudayaan.kemdikbud.go.id

© kebudayaan.kemdikbud.go.id

Pawukon adalah sistem penanggalan tradisional yang dipergunakan oleh masyarakat Indonesia sejak zaman prasejarah hingga kini. Pawukon memiliki waktu terukur dan menjadi dasar penentuan segala aktivitas daur hidup dan kematian, serta pranata mangsa yang berkaitan dengan perubahan iklim dan cuaca. Pawukon juga menunjukkan karifan lokal dan budaya asli masyarakat Indonesia yang mengakar secara turun-temurun.

Pawukon berasal dari kata “pawu” yang berarti “hitung” dan “kon” yang berarti “waktu”. Pawukon menggunakan dasar perubahan rotasi yang terjadi dalam waktu setiap 7 hari (sapta wara) yang dimulai dari hari redite (minggu) sampai hari tumpak (sabtu). Pawukon juga membagi waktu menjadi 30 wuku, yang tiap wuku bergeser tiap 7 hari sehingga dalam satu rotasi wuku terdiri dari 210 hari (7 hari x 30 wuku).

Tiap-tiap wuku disimbolkan pada figur keluarga Prabu Watu Gunung, yaitu: Prabu Watu Gunung sendiri, 2 orang istrinya (Sinta dan Landhep), beserta 27 putra-putrinya yang bernama: Wukir, Kurantil, Tolu, Gumbreg, Warigalit, Warigagung, Julung Wangi, Sungsang, Galungan, Kuningan, Langkir, Mondosio, Julung Pujud, Pahang, Kuruwelud, Mrakeh, Tambir, Madangkungan, Maktal, Wuye, Manail, Prangbakat, Bala, Wayang, Wugu, Kulawu, dan Dukut.

BacaJuga

Driver Ojol Banyumas Raya Akan Kembali Gelar Aksi 20 Mei, Tuntut Keadilan Tarif dan Regulasi

UMP dan IMM Jateng Gelar Layanan Kesehatan Gratis bagi Penyintas Bencana di Brebes

Pawukon hadir sebagai cara untuk menyeimbangkan rusaknya keseimbangan kosmos karena hubungan incest anak dan ibu yang disebutkan dalam cerita asal-usul Pawukon. Pawukon juga kerap disebut sebagai almanak dan horoskop dalam tradisi Jawa. Pawukon juga telah disalin dalam bentuk naskah atau serat yang ditulis sebelum abad ke-19.

Pawukon dapat ditelusuri keberadaannya melalui data-data arkeologis, seni lukis, seni pahat, seni sastra, dan lain sebagainya. Data arkeologis yang cukup jelas menunjukkan keberadaan Pawukon adalah prasasti-prasasti yang ditemukan di Indonesia, yang selalu dituliskan mulai dari unsur-unsur penanggalan, seperti Prasasti Lintakan, Prasasti Wanua, Prasasti Watu Kura, Prasasti Sirah Keteng, dan Prasasti Singosari.

Pawukon merupakan sistem penanggalan yang unik dan khas yang mencerminkan kearifan dan kebudayaan masyarakat Indonesia. Pawukon masih relevan dipergunakan oleh masyarakat pendukungnya hampir di seluruh Indonesia, terutama di sepanjang pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok. 

Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id

BagikanBagikanPinBagikanBagikanKirim
Sebelumnya

Puncak Tugu Surono Simbol Semangat Juang di Gunung Slamet

Selanjutnya

Mendoan, Gorengan Setengah Matang yang Jadi Warisan Budaya Banyumas

Artikel Lainnya

Driver Ojol Banyumas Raya Akan Kembali Gelar Aksi 20 Mei, Tuntut Keadilan Tarif dan Regulasi

UMP dan IMM Jateng Gelar Layanan Kesehatan Gratis bagi Penyintas Bencana di Brebes

Sorotan

Pilihan

Banyumasiana

Cerita & Jelajah

Topik

Serba - Serbi

Tren Digital

Inovasi & Teknologi
  • Profil
  • Kebijakan Privasi
  • Syarat Ketentun
DMCA.com Protection Status
©2025 Suara Banyumas

Tidak ditemukan hasil
Lihat semua salu
  • Topik
  • Banyumasiana
  • Tren Digital
  • Pilihan

© 2025 Suara Banyumas

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In