PURWOKERTO – Pemberhentian sementara Kepala Desa Plana Kecamatan Somagade, Yusin yang terjerat kasus dugaan penyalahgunaan dana ADD dan DD tahun 2016-2018 sebsar Rp 1,2 Miliar, saat ini masih dikaji tim kabupaten.
“Tim masih melakukan kajian (pemberhentian sementara-red), termasuk posisi kita yang juga dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kades dan kadus Plana,” kata Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Banyumas, Didi Rudwianto, Minggu (26/1).
Dalam kasus ini, Yusin dan kepala dusun, Kahudi, dalam dakwaan jaksa dianggap merugikan negara sekitar Rp 394 juta. Namun uang tersebut sudah dikembalikan ke penyidik sebagai barang bukti.
Kepala Bidang Pemerintahan Desa Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Banyumas, Dwi Nur Wijayanto mengatakan, sesuai ketentuan dalam Permendagri No 82 tahun 2015 tentang pengangkatan dan pemberhentian kepala desa. Untuk perangkat desa, mengacu pada Pemendagri No 83 tahun 2015.
“Sesuai Pasal 8, kepala desa berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri dan diberhentikan. Diberhentikan ada dua, diberhentikan tetap dan sementara,” katanya.
Untuk pemberhentian sementara, jelas dia, sesuai Pasal 9, syarat yang harus dipenuhi, yakni tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala desa, dinyatakan seagai terdakwa yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun. Dan ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, teroris, makar dan tindak pidana terhadap keamanan.
“Penetapan ini yang mengetahui kan pihak penyidik (kejaksaan). Kalau sekarang informasinya statusnya sudah terdakwa, untuk prosesnya nunggu adanya geister dari pengadilan sebagai dasar untuk memproses lebih lanjut,” jelasnya.
Lagi Apes
Prasetyo, penasehat hukum Kades Plana, Yusin mengatakan, dalam pengakuan kliennya, ia tidak mendapatkan uang sepeser pun. Namun dalam laporan pertanggungjawaban dia yang menandantangani sebagai kepala desa.
“Jadi klien saya posisinya lagi apes, karena kasus korupsi kan tidak mungkin buat diri sendiri. Karena dia tanda tangan, maka dianggap yang bertanggungjawab,” katanya, terpisah.
Dia mengatakan, kliennya sudah mengembalikan nilai kerugian sekitar Rp 190-an juta. Sedangkan, separonya lagi dikembalikan oleh kepala dusunnya, Kahudi.
Dia menegaskan, kliennya tiak melakukan mark up atau melakukan korupsi, memskipun dakwaan jaksa, di antaranya terkait hal itu. Kliennya, hanya salah menempatkan pos kegiatan dan menandatangani kwitansi-kwitnsi dan laporan pertanggungjawaban kegiatan pembangunan fisik bersumber dari dana ADD dan DD yang didakwakan jaksa.
Terkait penghentian sementara dari jabatan kepala desa, kata dia, tergantung dari bupati selaku pimpinan di derah. Karena tidak ditahan, sehingga masih bisa menjalankan tugas pemerintahan di desa.
“Kalau ditahan ya ini pasti mengganggu tugas pemerinahan, tidak masalah diberhentikan sementara. Tapi kalau nanti tidak terbukti, kan bisa menimbulkan masalah baru kalau sudah terlanjur diberhentikan,” nilainya.
Menyangkut kekhwatiran produk-produk kebijakan di desa yang masih ditandatangani kliennya selama tidak ditahan, Prasetyo menegaskan, tidak akan cacat hukum. Karena memakai sistem pemerintahan desa. Ini berbeda, jika sejak ditetapkan sebagai tersangka sudah ditahan.
Kasi Tindak Piana Khusus Kejaksaan Negeri Banyumas, Sigit Prabawa Nugraha, selaku jaksa penuntut mengatakan, untuk persidangan kedua, Senin (27/1) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, pihaknya akan menghadirkan tujuh saksi.
“Lima saksi dari unsur desa dan dua dari unsur pemerintah daerah. Kalau terdakwa tidak kooperatif, misalnya dipanggil sidang tidak datang, kan tinggal disiapkan penerintah penahanan,” katanya.
Terkait pihak pemkab belum memproses pemberhentian sementara kades dan kadus, dia menilai, kewenangan tersebut ada di pihak pemkab. Pihaknya tidak bisa mencampuri.
“Ya memang betul kalau statusnya sudah terdakwa memang ketentuan di pemerintahan ada proses pemberhentian sementara, karena dikhawatirkan produk-produk hukum dan kebijakan nanti bisa cacat hukum. Tapi ini murni kewenangan pemkab,” tandasnya.
Menurutnya, kades dan kadus Plana ditetapkan sebagai tersangka tanggal 28 November lalu. Sampai saat ini pihak bagian hukum pemkab belum berkomunikasi dengan pihaknya untuk permintaan bukti kejelasan status kedua pejabat desa tersebut. (G22-20)