Pulau Nusakambangan, selain dikenal sebagai pulau penjara yang menyeramkan, pulau ini rupanya menyimpan sejarah masa kolonial yang tidak banyak diketahui orang. Beberapa waktu lalu, penelusuran sejarah di Pulau Nusakambangan dilakukan oleh komunitas pecinta sejarah Banjoemas History Heritage Community (BHHC). Benteng Klingker dan Benteng Karangbolong menjadi tujuan mereka.
Rombongan harus menggunakan perahu yang disediakan oleh paguyuban nelayan di Pantai Teluk Penyu untuk mencapai lokasi. Meski laut tengah pasang, para peserta jelajah tetap membulatkan tekad untuk mengunjungi dua buah benteng di seberang.
Sejarah Benteng Klingker
Sampai di Pantai Karang Tengah, rombongan langsung bergegas menuju titik pertama yaitu Benteng Klingker. Penanda untuk masuk ke Benteng Klingker ialah dua buah tugu dengan tinggi sekitar 7 meter.
Bangunan benteng tiga tingkat ini nampak sudah hancur, menyatu dengan pohon berukuran cukup besar. Di dalam peta Belanda disebut sebagai “Banjoenjapa”.
Menurut pengamatan pecinta sejarah dari Komunitas Roemah Toea, Lengkong Sangkar Ginaris, sejauh ini tidak ada data sekunder yang dia jumpai terkait benteng ini. Benteng Klingker masuk ke dalam tipe benteng martello yang diadopsi Belanda dari Prancis dan diterapkan di Indonesia. Dulu, menara Martello ini dibangun pada 1803 saat Napoleon sedang menyerbu Inggris.
“Dugaan saya Benteng Klingker dibuat pada masa Gubernur Daendels, karena saat itu ada perintah untuk membuat benteng pertahanan di seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya.
Bagian paling unik benteng ini, kata dia, adalah tiang penopang berbentuk tabung. Menurut Lengkong, seharusnya ada tangga dari kayu yang menghubungkan antar jendela dengan tiang tersebut. Sehingga benteng itu benar-benar membentuk tiga lantai.
Memang tidak banyak literatur yang menyebutkan tentang benteng ini. Namun, Lengkong yakin, benteng ini dibangun untuk mengintai musuh yang datang dari arah laut lepas.
Sejarah Benteng Karangbolong
Puas melihat-lihat Benteng Klingker, penjelajahan dilanjutkan ke benteng kedua, yakni Benteng Karangbolong. Lagi-lagi, rombongan harus naik perahu sekitar 10 menit untuk mencapai Pantai Karangbolong. Setelah sampai di pantai, perjalanan menuju benteng harus dilakukan dengan berjalan kaki sekitar 30 menit.
Sesampainya di pintu gerbang benteng, kesan angker sudah terasa. Dari beberapa versi, Benteng Karangbolong disebut-sebut didirikan oleh Portugis pada tahun 1825. Ada pula yang menyebut sekitar tahun 1837-1855.
Benteng ini terdiri dari beberapa bangunan yang tersebar, yakni ruangan barak prajurit, ruang tahanan, ruangan logistik, bangunan pengintai, gudang amunisi, tempat meriam, aula dan ruang absen untuk para prajurit Belanda.
Di bagian luar benteng terdapat meriam berwarna hitam tampak yang sengaja dibiarkan teronggok. Kedua meriam itu menghadap Samudera Hindia, bukti bahwa Portugis memang menjadikan benteng ini sebagai pertahanan laut.
Bangunan yang terbuat dari batu bata berlapis aspal ini masih terlihat sangat kokoh. Hanya saja, sebagian besar bangunannya terlilit akar pohon yang banyak terdapat di seputaran benteng.
Baca : Destinasi Wisata di Pulau Nusakambangan yang Harus Anda Kunjungi
“Kami benar-benar mempelajari sejarah. Pejuang Indonesia dijajah oleh bangsa yang memiliki persenjataan lengkap dan benteng yang masih kokoh meski sudah berusia ratusan tahun. Dari segi arsitektur, kedua bangunan ini memiliki keunikannya dan karakteristik masing-masing,” ujar pegiat BHHC, Jatmiko Wicaksono.
Rasa seram yang dialami peserta Jelajah Banjoemas setelah melihat komplek benteng mendadak lenyap, karena melihat hamparan pasir putih di Pantai Karangbolong. Usai berjalan-jalan sebentar di bibir pantai, rombongan pun memutuskan untuk pulang dan mengakhiri perjalanan di empat kabupaten selama tiga hari. [NS]