PURWOKERTO – Dalam mengembangkan usaha tak melulu hanya mengejar untung, namun adakalanya juga harus bermanfaat bagi orang lain. Hal ini yang Sumiyati lakukan saat mengembangkan kerajinan batik Ecoprint di Patikraja.
Ia yang merupakan pioner batik EcoPrint di Patikraja ini membantu para ibu-ibu di sekitar tempat tinggalnya untuk belajar membatik dengan metode EcoPrint.
Sumiyati selaku pemilik dari Butik Batik “Putra Serayu” memulai membangun Butik Batik “Putra Serayu” sejak tahun 2016.
Butik batik ini berada di Jalan Notog Kidul, Notog, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas.
Niat mulia Sumiyati untuk memberikan ilmu membatik dengan menggunakan EcoPrint kepada masyarakat sekitar, khususnya ibu-ibu membuahkan hasil.
Baca Juga : Lewat Galeri Niaga, Banyumas Kenalkan Produk UMKM Lokal
Istri Bupati Banyumas Erna Husein telah meresmikan daerah tersebut sebagai Kampung Batik Eco Print pada 24 November 2020.
”Saya memang ingin berbagi ilmu kepada mereka yang berminat dan yang mau saya latih,” ujarnya.
Sembari mengingat kenangan masa kecil, ia mulai menceritakan awal mula mengenal dunia pengrajin batik.
Sejak kecil, ia sudah dekat dengan dunia pengrajin batik karena Mbah-nya juga seorang pembatik.
Namun, saat itu ia tidak boleh melihat cara membuat batik.
”Mbah saya juga aslinya pembatik. Cuma waktu saya kecil kalau mau lihat itu ga boleh, ga boleh deket-deket. Mbah menyuruh saya belajar saja. Jadi pegawai negeri. Alhamdulillah, sekarang jadi pegawai negeri,” ujarnya sembari tersenyum.
Mula-mula pada tahun 2017 ia membuka batik khas pewarna alam. Baru pada tahun 2017, ia mengembangkan teknik EcoPrint dalam membuat batik dengan tetap menggunakan bahan-bahan alami.
Batik EcoPrint ini kemudian ia namai “Godong Platar”. Pencetakan motif jejak daun alami pada batik EcoPrint pun 100 % menggunakan pewarna alami.
Awal tahun ini, ia kembali mengembangkan produknya dengan meluncurkan produk baru, berupa kain lilit atau kain pantai dengan motif batik jejak daun-daun alami.
Baca Juga : Bahan Alami Digunakan, Ibu-ibu Diberdayakan
Hal yang berbeda dari kain lilit ini adalah pencetakan jejak daun-daun alami menggunakan pewarna sintetis.
Pembuatan Batik Ecoprint
Sumiyati dengan senang hati membagikan tehnik dasar pembuatan Ecoprint.
Pada tahap awal, kain baru harus bersih dari sisa-sisa kotoran atau scouring. Kemudian, bersihkan dengan menggunakan larutan TRO (sabun tanpa pewangi).
Setelah kain bersih, rendam kain sampai malam dan cuci kembali hingga bersih pada pagi hari. Tidak lupa, segera keringkan kain setelah di cuci bersih.
Kain yang sudah kering, siap untuk di cetak dengan daun-daun alami dan pewarna alami. Namun, siapkan alat-alatnya terlebih dahulu. Seperti plastik, daun-daun (bisa menggunakan daun jati dan daun lanang), tali rapia, gunting dan serbet.
Lalu, tata plastik pada kain dan di modating. Modating ini dengan tujuan membuka serat-serat pada kain. Modating dapat langsung untuk melakukan Ecoprint.
Sumiyati pun menyarankan jika menginginkan warna yang lebih muda menggunakan tawas. Jika menginginkan warna sedang dapat menggunakan kapur sirih.
Kemudian tata daun di atas kain dan tutup plastik lagi. Setelah, itu gulung dan ikat kain. Kukus selama 2 jam.
Sambil menunjukkan daun-daun alami dan hasil batik Ecoprint, ia kembali menjelaskan, arti Ecoprint dan jenis-jenis daun yang dapat mengeluarkan warna-warna tertentu.
”Jadi namanya Ecoprint itu kan jejak daun atau Eco (alam) dan Print (mencetak) daun, sehingga menjadi jejak daun,” jelas dia.
Jejak daun itu ada yang khas, yaitu jati lanang yang sudah muncul warna sendiri dan warnanya kuat.
Selain menjelaskan mengenai jenis dedaunan yang dapat mengeluarkan warna alami, ia mengatakan fungsi dari penggunaan tawas, tunjung dan kapur dalam proses pembuatan batik ecoprint.
”Ini kenapa pakai tawas, jadi warnanya ngejreng. Tapi kalau sudah pakai tunjung warnanya hijau. Pakai tawas tunjung, kapur untuk pengikat warna biar tidak luntur dan juga memunculkan warna,” ujarnya.
Tidak hanya memproduksi batik tulis, batik ecoprint dan kain lilit, Sumiyati tak berhenti untuk membagikan ilmu mengenai batik Ecoprint.
Ia membuat pelatihan dan edukasi pembuatan batik di butiknya.
Bisa Belajar
Jadi, pengunjung tidak hanya bisa melihat hasil produksi batik Putra Serayu, tetapi sekaligus bisa belajar cara membuat batik ecoprint.
Harga kain batik Putra Serayu ia bandrol dengan harga mulai dari Rp 150 ribu sampai Rp 1,8 juta untuk kain batik sutra.
Batik Putra Serayu juga dapat di temukan di E-Commerce, salah satunya Shopee.
”Saya ingin Banyumas jadi central Ecoprint. Kalau ingin jadi central ecoprint tidak hanya menengah ke atas, tapi menengah ke bawah. Ayo yang muda-muda usaha untuk bisa jadi UMKM,” pungkasnya.(mg01-7)