PURWOKERTO – Menyusul Kabupaten Banyumas sudah masuk PPKM level 1, paguyuban atau kelompok Ebeg Wahyu Turonggo Jati RT 01 RW 01 Kelurahan Pabuaran Kecamatan Purwokerto Utara, mulai aktif menggelar latihan.
Sebelumnya pandemi Covid-19 memaksa kelompok ebeg ini harus berhenti menggelar pertunjukan maupun latihan. Namun setelah Banyumas masuk level 1, mereka mulai menggelar latihan untuk mengasah kemampuan anggota.
”Kami sudah mulai mengadakan pertemuan dan latihan dua kali atau minimal sekali dalam seminggu. Yaitu pada Selasa dan Jumat,” kata Sutrisno, salah satu anggota paguyuban Ebeg Wahyu Turonggo Jati, Jumat (7/1/2021).
Menurutnya, lama tidak pentas maupun latihan, tentu merugikan. Kelompok seni bisa terancam bubar jika tak pernah menjalin pertemuan.
”Pertemuan rutin paguyuban bukan hanya untuk keperluan latihan. Di situ, silaturahim anggota terjaga. Mereka kerap membahas persoalan tentang kesenian ebeg. Bagaimanapun, seni ebeg memerlukan latihan rutin,” katanya.
Lantaran terlalu lama tidak latihan, bukan tidak mungkin anggota lupa gerakan saat memainkan kembali kesenian itu. Semakin lama tidak dipentaskan juga akan mengancam kelestarian kesenian lokal itu sendiri.
Namun di tengah sepinya latihan maupun pentas, para pengurus lantas tidak diam.
Baca Juga : Sisa Tanah Aset Pemkab Belum Bersertifikat 1.200 Bidang
Ketua kelompok Ebeg Ebeg Wahyu Turonggo Jati, Slamet Wagiatmo mengaku terus mencari terobosan agar kelompoknya tetap eksis.
Dapat Bantuan
Ia mengajukan permohonan bantuan kepada Kemensos melalui Program Forum Keserasian Sosial untuk mendapatkan bantuan guna memperbaharui dan mengadakan perlengakapan kesenian ebeg.
”Alhamdulillan Wahyu Turonggo Jati mendapatkan bantuan Program Forum Keserasian Sosial sebesar Rp 50 juta. Bantuan ini kami gunakan untuk membeli seperangkat gamelan, ebeg, seragam, bujang ganong dan penguatan ekonomi anggota berupa kambing 5 ekor dan ikan 3 kuintal untuk 4 kolam,” katanya.
Bantuan yang diterima tersebut kembali menyatukan anggota dan masyarakat sekitar, sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada. Termasuk mendeteksi dini bibit-bibit radikalisme dan konflik sosial karena masyarakat dapat mengenal satu sama lain secara personal.
”Seni budaya merupakan salah satu cara untuk menjadi perekat. Kegiatan ini merupakan upaya yang dilakukan bersama masyarakat untuk membangkitkan kearifan lokal dan membangun komitmen toleransi di masyarakat,” jelasnya.
Melalui pendekatan kearifan lokal melalui kesenian ebeg, harapannya sebagai upaya pencegahan terhadap konflik sosial yang mungki terjadi di masyarakat.(*-7)
Sumber : banyumaskab.go.id