Suasana kompleks Pendapa Si Panji Purwokerto dan gedung DPRD Banyumas, sejak Jumat (28/2) dini hari hingga sore tak seperti biasanya. Ratusan pasang calon pengantin dari berbagai umur dengan penuh kesabaran mengikuti tahap demi tahap proses “Banyumas Mantu”.
ACARA teresebut dihelat untuk menikahkan secara resmi sebanyak 143 pasang sumai-istri yang sebelumnya sudah tinggal serumah, namun mereka belum tercatat secara resmi oleh negara atau belum memiliki buku nikah.
Sejak pukul 4.00, mereka harus mulai dirias oleh sekitar 105 perias se-Kabupataen Banyumas. Suasana tampak syahdu saat dimulai prosesi nikah massal, diawali dengan sidang isbat melibatkan sejumlah hakim dari Pengadilan Agama Purwokerto dan Pengadilan Agama Banyumas. Sebelum masing-masing pasangan dipanggil, saksi wali disumpah lebih dulu.
Sidang isbat dipusatkan di Pendapa Si Panji mulai pukul 8.00 hingga pukul 11.30. Setelah itu, mereka diarak menuju Rita Supermal untuk mengikuti prosesi pengantenan yang mengundang para tamu, baik pihak keluarga, kerabat hingga kalangan pejabat di lingkungan Pemkab Banyumas dan DPRD.
Pasangan pengantin yang ikut nikah massal ini, semuanya sudah menjalani kehidupan rumah tangga relatif lama. Ada pula yang 23 tahun sudah kumpul bareng, serta memiliki anak dan cucu. Ada pula pasangan termuda, belum bisa menikah karena usia belum memenuhi syarat, namun sudah terlanjur memiliki anak lebih dulu.
Kebanyakan mereka mengaku, sudah mengikat perkawinann dengan nikah secara agama atau nikah siri. Mereka belum bisa menikah secara hukum negara, juga beragam kendala dan alasan. Di antaranya, karena warga pendatang, buku nikah hilang hingga terkendala biaya. Peserta nikah massal ini, paling tertua berumur 85 tahun, dan termuda berumur 17 tahun dan sebagian besar berumur di atas 40 tahun.
Waridi (85), warga Desa Watuagung Kecamatan Tambak mengaku tinggal serumah bersama istrinya, Tumiyem (60) sudah 23 tahun. Selama hidup bersama ini, mereka dikarunia satu anak yang sudah menikah dan memiliki satu cucu.
Selama ini, katanya, mereka juga tidak mengalami masalah karena tinggal di desa. “Kalau sekarang bisa ikut nikah resmi ya perasaannya senang. Katanya biar lebih tenang karena punya buku nikah. Dulu hanya dinikahkan oleh kiai di Tambak,” tuturnya.
Tidak Terdaftar
Sementara itu, peserta termuda, Awan (17), datang bersama istrinya, Nur (16). Mereka sebelumnya menikah siri sekitar Desember 2019 lalu. Pasangan itu telah memiliki anak berumur sembilan bulan.
“Waktu itu belum bisa nikah resmi karena istri masih dibawah umur. Ini ada kegiatan Banyumas Mantu orang tua minta ikut daripada nanti nunggu sampai umur 17 tahun istri saya,” katanya yang bekerja sebagai bengkel ini.
Mereka mengaku lebih tenang tidak harus menunggu sampai cukup umur. Saat didata menjadi peserta nikah massal, awalnya ada perasaan malu. Namun setelah orang tua mereka menyakinkan, akhirnya keduanya bersedia ikut.
“Semua gratis. Karena yang ikut banyak jadinya tidak malu,” ucap Nur.
Perasaan senang juga diungkapkan, Joni Manan (68), warga Desa Jatilawang merupakan salah satu peserta, yang awalnya merupakan pendatang dari Malang jawa Timur.
Ia mengaku nikah siri tahun 1992 dengan istrinya, Jarti (84) saat keduanya merantau di Jakarta. Saat ini sudah punya cucu tiga. Ia menuturkan, saat mau menikahkan anaknya yang kedua, saat buku nikah di cek ternyata tidak terdaftar.
“Waktu itu saya juga sudah dinikahkan oleh penghulu. tapi waktu mau menikahkan anak saya yang kedua, di cek tidak kedaftar. Ikut nikah ini ya supaya punya buku nikah yang resmi tercatata oleh negara,” katanya.
Bupati Banyumas Achmad Husein yang hadir ikut menyaksikan jalannya sidang isbat menyampaikan, tahun pertama agenda Banyumas Mantu ini baru bisa menikahkan sebanyak 143 pasang. Padahal jumlah yang belum bisa dinikahkan seperti ini masih banyak.
“Jumlah ini akumulatif dari 20 tahun yang lalu tidak diopeni. Sekarang mulai kita openi. Ini kita targetkan bisa selesai dalam waktu 3-4 tahun selesai semuanya karena yang belum memiliki buku nikah resmi masih ada sekitar 200-300 lagi,” jelasnya seraya menyatakan ini akan dijadikan agenda rutin tahunan. (Agus Wahyudi-19)