PURBALINGGA – Ratusan batang sapu lantai tertumpuk di gudang samping sebuah rumah di RT 3 RW 1 Dusun Genting, Desa Karanggambas, Kecamatan Padamara, Kabupaten Purbalingga. Beberapa orang sesekali masuk menambah tumpukan itu dengan belasan sapu yang baru diproduksi.
Sementara itu, di belakang rumah, puluhan anak muda, khusyuk merangkai batang sorgum atau gandum kering dan menjeratnya ke batang bambu untuk membuat sapu.
“Itu mau dikirim ke Korea (Korea Selatan) awal bulan depan,” kata Bambang Triyono (41), pemilik workshop kerajinan sapu lantai Ruyung Pelangi, Senin (19/11).
Ya, Bambang dan para perajin lainnya selalu bekerja keras memproduksi sapu lantai berbahan sorgum sebanyak mungkin. Mereka selalu dikejar-kejar pembeli dari Korea Selatan. Sebab sapu produksi mereka dinilai memiliki kualitas terbaik dibanding sapu lantai dari bahan lain. Awet dan tidak gampang rontok.
Setidaknya, dua kontainer masing-masing berisi 30.000 batang sapu dikirim ke Negeri Gingseng. Tidak tanggung-tanggung, pembeli dari Korea Selatan, meminta 20 kontainer tiap bulan. Tidak hanya itu, dia juga harus memenuhi para pembeli di Taiwan, Jepang, Malaysia, Pakistan dan India.
“Permintaan yang banyak, karena berapa pun dikirim pasti di terima. Sampai saya kewalahan. Kendalanya memang di bahan baku, karena itu, selain di Purbalingga saya ambil dari Pemalang, Semarang dan Demak,” katanya.
Hal yang sama juga dialami oleh Anis Fauzan Zein warga Desa Ponjen, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Purbalingga. Pemilik CV Itrade Internasional ini harus memenuhi permintaan pasar Eropa, Amerika, Jepang dan Australia akan gula kristal. Untuk Eropa, gula kristal itu dikirim ke Belgia, Belanda dan Italia.
“Dalam sebulan saya menampung 18 ton gula kristal dari para petani di wilayah Kecamatan Karanganyar dan Mrebet,” katanya.
Gula dari petani itu, tidak langsung dikirim begitu saja, namun harus melalui beberapa proses lagi untuk memenuhi standar ekspor. Gula itu, tentu sebelumnya juga harus sudah lolos sertifikasi yang dikeluarkan oleh lembaga Control Union Belanda. Sertifikasi antara lain meliputi jenis tanah untuk menanam kelapa, pemupukan organik, tidak menggunakan pestisida.
Mungkin, kita tahu kalau hanya knalpot produksi perajin Purbalingga yang sudah tembus pasar internasional. Namun siapa mengira, ternyata sapu lantai dan gula kristal produksi para pelaku UMKM itu, juga sudah mengikuti jejak pendahulunya.
Go-Internasional
Ketiga produk yang sudah go-internasional tersebut menunjukkan bahwa pelaku UMKM di Kabupaten Purbalingga tidak pernah diam. Mereka selalu bergeliat, pantang menyerah dan mengambil setiap kesempatan dengan inovasi sesuai kebutuhan pasar.
Tidak hanya itu, pasar yang terbuka lebar, membuat jumlah UMKM selalu bertambah setiap saat.Mereka pun tidak bekerja sendiri. Ada tangan-tangan lain yang selalu bergandengan bersinergi untuk maju bersama.
Pemerintah memang jadi motor utama untuk memajukan UMKM. Bahkan saat ini Pemkab Purbalingga tengah fokus untuk menggarap sektor ini sebagai salah satu penopang ekonomi daerah.
“Kan sudah terbukti. UMKM adalah usaha yang paling tangguh dibanding usaha lainnya. Saat krisis ekonomi 1998, di saat sektor lain kolaps, UMKM lah yang masih bertahan,” kata Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi (Tiwi), Senin (18/11).
Berbagai upaya dilakukan agar UMKM memiliki daya saing tinggi dibanding dari daerah lain. Permasalahan yang ada, selalu diberi solusi.
Permodalan misalnya, Pemkab Purbalingga bersama BUMD Bank Artha Perwira meluncurkan Kredit Mawar. Kredit tanpa agunan dan bunga sangat kecil, mulai dari Rp 2,5 juta hingga 15 juta. Program ini juga menjadi inovasi untuk mengentaskan pelaku UMKM dari jerat rentenir alias bank plecit. Belum lagi perbankan konvensional lainnya serta koperasi yang berlomba-lomba menawarkan kredit usaha untuk mereka.
Pelatihan manajemen pemasaran dan keuangan juga diberikan kepada pelaku UMKM oleh pemerintah. Juga lembaga lain, bahkan perbankan pun ikut turun tangan memberikan peningkatan kapasitas SDM pelaku UMKM dari sisi manajemen. Bank BRI misalnya, yang menggelar pelatihan bagi 100 pelaku UMKM di Purbalingga, awal pekan ini.
Dari sisi pemasaran, pemerintah tidak tinggal diam. Berkali-kali pemkab mengirimkan produk UMKM unggulan untuk mengikuti ekspo baik di tingkat lokal, regional maupun nasional. Tentunya untuk memperkenalkan produk tersebut ke pasar yang lebih luas.
“Di tingkat lokal, ada kebijakan pemerintah yang diperkuat dengan Perda, agar setiap kegiatan maupun acara, menggunakan produk UMKM melalui program Bela Beli. Baik itu kuliner, kerajinan, pakaian maupun produk lainnya,” katanya.
E-Commerce
Pesatnya perkembangan dunia digital juga menjadi pintu yang terbuka lebar untuk pemasaran produk. Selain menggunakan website, lini massa dan marketplace yang dimanfaat seluas-luasnya oleh pelaku UMKM, pemkab Purbalingga juga melakukan penetrasi di situ.
Akhir Agustus lalu, Pemkab Purbalingga menggandeng perusahaan e-commerce PT Bukalapak. Di marketplace Bukalapak memiliki platform Tuka Tuku Purbalingga, khusus untuk memfasilitasi produk UMKM Purbalingga. Kerja sama seperti ini menjadi yang pertama dilakukan oleh Pemkab/Pemkot di Indonesia.
“Lewat pengembangan pasar online Tuka Tuku Purbalingga yang bekerja sama dengan Bukalapak, produk UMKM Purbalingga bisa semakin dikenal. Tidak hanya oleh masyarakat Purbalingga, oleh konsumen nasional bahkan oleh masyarakat dunia,” kata Tiwi.
Tidak hanya pemerintah, masyarakat juga turut andil menyebarluaskan pemasaran produk UMKM Purbalingga melalui format digital. Sebut saja, Kampung Marketer yang diinisiasi oleh Nofi Bayu Darmawan. Menggandeng lebih dari 700 warga pelosok di Desa Tunjungmuli, Kecamatan Karangmoncol dan sekitarnya, Kampung Marketer menjelma menjadi jembatan, toko sekaligus customer service antara pelaku UMKM dengan pembeli.
Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Purbalingga, Adi Purwanto menambahkan, pemerintah juga terus mendorong pertumbuhan UMKM di tiap daerah. Tahun ini, Pemkab memiliki program Roadshow UMKM yang digelar di tiap kecamatan. Masing-masing desa menampilkan produk unggulan dan produk baru yang ada.
“Di situ akan muncul produk-produk baru UMKM dan tentunya pelakunya juga baru. Jadi nanti, jumlah pelaku UMKM semakin banyak,” katanya.
Menurutnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, jumlah pelaku UMKM mencapai 86.877 yang telah terverifikasi. Mereka terbagi menjadi klaster knalpot, gula kelapa, sapu, batik, kerajinan, kuliner, konveksi, minuman dan busana/desain. Jumlah tersebut terus bergerak seiring dengan pembaharuan verifikasi sampai akhir 2019. Asal tahu saja, dalam kenyataannya, saat ini UMKM menyerap hapir sepertiga jumlah penduduk Purbalingga.
Kerja Sama
Tidak hanya sebatas pasar nasional, lanjut Adi, pasar internasional pun dijajaki. Setelah knalpot dan sapu sorgum yang sudah mengawali, produk UMKM lain juga mulai digarap, yaitu gula kelapa organik. Bahkan pada awal Agustus lalu, telah ada penandatanganan kesepakatan perjanjian kerja sama dagang antara Indonesia dengan Rusia. Tiga perusahaan asal Negeri Beruang Merah sepakat akan mengambil produk gula kelapa organik asal Purbalingga.
“Ini terbukti, pelaku dan produk UMKM Purbalingga memang tidak kalah bersaing, bahkan di level internasional,” kata Adi.
Menggarap sektor UMKM di Purbalingga sangatlah seksi. Terlebih lagi, setelah dibukanya Exit Tol Pemalang, tahun depan akan beroperasi Bandara Jenderal Besar Soedirman. Akses masyarakat dari luar yang masuk ke Purbalingga sangatlah terbuka lebar. Mereka adalah pasar baru yang sangat pontensial bagi produk UMKM.
Karena itu, masyarakat Purbalingga termasuk pelaku UMKM, saat ini harus sudah bersiap dan berbenah. Pelaku UMKM harus berdaya, jangan jadi penonton di rumahnya sendiri. Sehingga, nantinya, sektor ini menjadi salah satu jalan keluar dalam upaya pengentasan kemiskinan dan mengurangi pengangguran. (Ryan Rachman)