BANYUMAS-Generasi muda didorong dapat menjadi pelopor pelestari toleransi keragaman. Sikap inklusi sosial sangat penting di tengah maraknya isu provokasi berbasis suku agama ras dan antara golongan (SARA) saat ini.
Hal itu disampaikan Ketua Forsa Banyumas, Musmualim saat kegiatan Sekolah Minggon Keragaman (SMK) III di Ponpes Darul Muhajirin, Dusun Curugawu, Desa Pandansari, Kecamatan Ajibarang, Minggu (2/2). Forum Persaudaraan Lintas Iman (Forsa) Banyumas terus mendorong kehidupan harmonis di tengah keragaman suku agama ras dan antar golongan terus terjaga di wilayah Banyumas. 30 peserta yang didominasi remaja lintas agama turut mendapatkan materi inklusi sosial, toleransi, literasi digital dan penghijauan di lingkungan pesantren.
“Kami mendorong kehidupan harmoni di wilayah Banyumas yang sudah terjaga semakin lestari. Untuk itulah peran generasi muda untuk menjaga sikap dan perilaku toleransi yang sudah dicontohkan nenek moyang sejak dulu terus dikuatkan,” jelasnya.
Dijelaskan Musmualim, dalam wadah SMK inilah, sikap inklusi sosial dan toleransi diberikan kepada para peserta SMK ini. Dalam kegiatan ini mereka juga diberikan materi soal literasi digital antara lain identifikasi berita palsu (hoaks), dan mendorong peserta memanfaatkan media sosial secara positif.
“Kami dorong kepada mereka generasi muda lintas agama ini agar bisa menjadi agen toleransi di lingkungannya masing-masing. Mereka juga didorong sebagai bagian komunitas yang mengkampanyekan anti berita hoaks dan cerdas bermedia sosial,” ujarnya.
Tuan rumah kegiatan sekaligus Pengasuh Ponpes Darul Muhajirin, Kiai Cholid Abdul Rosyid mengapresiasi kegiatan SMK III yang terselenggara di pesantren tersebut. Ia berharap kegiatan ini menjadi bagian penguat para kader penerus bangsa lintas agama. Apalagi di tengah situasi saat ini kampanye untuk mengadu domba suku, agama, ras dan antar golongan masih berpotensi terjadi.
“Jadi kalau saya, agama itu adalah pakaian. Maka yang memakai harus sehat dulu. Jadi tahu apa pakaian yang sesuai dengannya. Misalkan ketika dingin tentulah tak cocok memakai kemeja, jas dan dasi. Jangan dipaksakan dan memaksakan keyakinan kepada orang lain,” katanya.
Pegiat Sekolah Komunitas Luar(K)otak, Dini Rahmat Aziz yang turut mendampingi kegiatan tersebut mengatakan dari pengalamannya bergaul dengan teman-teman lintas suku agama dan ras juga tak masalah. Hanya memang sekarang ini, di tengah gencarnya penggunaan media sosial, isu SARA sangat marak.
“Padahal isu SARA ini hanya untuk kepentingan golongan tertentu saja misal untuk meraih kedudukan politik. Makanya generasi muda harus bisa semakin berpikir dan bertindak kritis sehingga tak sampai diprovokasi oleh isu SARA yang gencar dihembuskan lewat media sosial terutama saat jelas momen-momen politik,” ujarnya.(K37-)