‘Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara dibalik tirai…..
Potongan puisi berjudul Padamu Jua dibacakan datar oleh sastrawan Ahmad Tohari untuk membuka Sarahsehan Sastra di Rumah Sastra Ahmad Tohari, Kompleks Karang Penginyongan, Cilongok, Sabtu (23/11) siang. Dari puisi itulah Kang Tohari, menjelaskan betapa sastra telah melampaui bahasa. Sastra bisa membawa pesan hingga tafsir apapun bagi penulis dan pembacanya.
“Termasuk kejadian tragik yang mengiringi penulisnya. Penulis puisi ini mati menjadi korban revolusi,” kata Kang Tohari yang tak menyebut gamblang latar sejarah Amir Hamzah dipancung.
Penulis puisi itu adalah Amir Hamzah yang mati dipancung saat perang revolusi kemerdekaan. Ia adalah kerabat dari kesultanan Langkat, Tanjung Pura. Saat pecah perang revolusi, pihak-pihak yang dituduh pro terhadap sekutu dan tidak pro republik akan dibersihkan. Sebagian yang dibersihkan karena tuduhan itu adalah kalangan bangsawan Langkat, kerabat dari Amir Hamzah.
Kang Tohari menceritakan betapa sebagaimana puisinya, penulispun bisa menghadapi berbagai macam peristiwa dalam hidupnya. Namun dari puisi inilah, kelembutan, kepekaan, hingga kemanusiaan dengan berbagai tafsirnya bisa dihadirkan. Sayangnya, saat ini aspek-aspek puitika dalam kesastraan Indonesia dinilai makin minim.
“Serupa dara di balik tirai. Betapa dalam dan luas tafsir kalimat itu. Kalau sekarang saya kira sudah jarang yang menulis seperti ini,” ujar pengarang trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk yang sempat juga jadi bulan-bulanan regim Orde Baru karena tulisannya.
Terkait dengan pentingnya karya sastra yang mendorong kepekaan manusia inilah, Ahmad Tohari mendorong masyarakat untuk kembali membaca dan menggeluti sastra. Secara khusus Kang Tohari membuka seluas-luasnya Rumah Sastra Ahmad Tohari yang kini sedang dibangun di Karang Penginyongan, Karangtengah, Cilongok ini sebagai bagian kreatif bersastra.
“Di tempat inilah nanti bisa dibaca berbagai karya saya dan karya sastra Banyumasan. Nanti ada ruang teknologi informasi yang bisa dimanfaatkan. Makanya nanti di sini bisa menjadi ruang untuk penelitian, diskusi dan berbagai ruang lainya yang bisa menyemai sastra secara lebih luas,” tandasnya.
Pentingnya Even Sastra
Sejumlah pegiat sastra di Banyumas menyambut baik keberadaan Rumah Sastra Ahmad Tohari tersebut. Namun demikian sejumlah masukan dilontarkan untuk meramaikan jagad sastra dengan peningkatan kualitasnya. Ketokohan Ahmad Tohari di Banyumas diharapkan mampu menginspirasi dan menjadi motivasi bagi pegiat sastra Banyumas makin maju dan eksis.
“Kalau perlu diadakan even-even sastra semacam Ubud Writer Festival. Kalau di kota-kota lain bisa diadakan kenapa di Banyumas ini tidak bisa,” jelas esais muda Abdul Aziz Rasyid yang juga alumni Ubud Writer Festival.
Adanya even sastra yang ‘bergengsi’ yang mendorong kurasi karya sastra khususnya di Banyumas ini dinilai penting agar kualitas sastra bisa ditingktkan. Fenomena ‘mendadak sastra’ yang rendah kurasi diharapkan dapat menjadi tamparan dan tantangan bagi pegiat sastra di wilayah Banyumas. Tak hanya itu regim sastra koran juga menjadi tantangan tersendiri yang perlu dipecahkan bersama.
“Makanya kanosisasi sastra sangat diperlukan. Keberadaan kanal yang bisa menampung karya sastra Banyumasan dengan kurasinya diperlukan. Ini harus dipikirkan dan benar-benar dipecahkan dan diikhtiarkan berbagai pihak,” jelas Teguh Trianton, akademisi Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang konsern dengan perkembangan sastra Indonesia khususnya di Banyumas. (Susanto-)