PURWOKERTO – Pada era revolusi industri 5.0, kehidupan manusia diprediksi semakin individualis. Pasalnya, mereka mampu memenuhi kebutuhan sendiri dengan bantuan teknologi yang semakin canggih.
Pakar teknologi, Prof Dr Ir Richardo Eko Indrajit MSc mengemukakan hal itu pada Seminar Nasional The 2nd Biennial Conference On Computer Science, Information Technology, And Humanities 2019 yang digelar Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIkom) Yos Sudarso di Cor Hotel Purwokerto, Minggu (15/9) malam.
Menurut dia, teknologi informasi dan kecerdasan buatan akan mempengaruhi kehidupan manusia di masa depan. Ilmuwan dari Jepang, memprediksi, era tatanan masyarakat (society) 5.0 membuat manusia hidup berdampingan dengan teknologi yang dapat disebut juga state of technology.
“Saat ini, di era 4.0 manusia tidak sadar kehidupannya terpantau dengan alat sensor. Sebab, mereka selalu memegang telepon pintar. Film-film futuristik seperti “The Matrix” sebetulnya adalah bocoran tentang teknologi yang sedang dikembangkan oleh negara maju. Kalau diteruskan dan tidak ada visi bersama untuk membentuk sosial masyarakat di era 5.0 maka yang terjadi adalah manusia yang individualis karena bisa memenuhi kebutuhan sendiri,” ujar Guru Besar Ilmu Komputer AFBI Institute Perbanas Jakarta ini melalui sambungan teleconference.
Pemerintah Indonesia, kata dia, sebenarnya sudah mulai memasifkan pemanfaatan teknologi. Akan tetapi, masih banyak kalangan yang sesat pikir bahwa teknologi biasanya hanya untuk wilayah kota besar, tempat yang infrastrukturnya bagus, serta golongan yang memiliki kekayaan.
Menurut Indrajit pemerintah harus berpikir sebaliknya. Mereka dapat memanfaatkan jaringan internet kecil yang dibangun di daerah pelosok.
“Ini berguna untuk penerapan teknologi pertanian. Sensor itu dapat diletakkan di tanah untuk melihat apakah cukup air untuk tanaman petani. Dari situ petani bisa tahu apakah gagal panen atau tidak. Untuk bidang kesehatan, juga bisa dimanfaatkan untuk pelayanan kepada pasien. Seperti printer tiga dimensi. Ke depannya, tulang yang patah bisa direkonstruksi dengan cara dibuat dengan printer tiga dimensi ini,” kata dia.
Sementara itu, Direktur PT Distribusi Voucher Nusantara Tbk, Dian Kurniadi mengatakan, pola pembiayaan perbankan telah berubah menjadi aset uang virtual. Sejumlah data menyebutkan, terdapat aset intangible 180 juta dollar perusahaan yang memanfaatkan teknologi di seluruh dunia.
“Beberapa perusahaan di Indonesia juga sudah mulai menggunakan teknologi kecerdasaan buata ini. Mulai dari sensor pengenalan wajah, sensor plat nomor dan lain-lain. Bahkan ada toko tanpa kasir. Indonesia punya potensi 5 tahun ke depan pasti bisa,” ujarnya.
Dian berharap, para pemimpin Indonesia memiliki visi ke depan untuk mengembangkan finansial teknologi ini baik dari segi hukum dan kebijakan. Saat ini Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah mengakomodasi peraturan pembayaran virtual ini.
Sementara itu, Ketua Panitia Seminar Nasional, Oskar Ika Adi Nugroho ST MT mengatakan, seminar dalam rangka Dies Natalis ke 14 STIKom Yos Sudarso yang digelar pada 15-16 September ini menghadirkan pembicara Prof R Eko Indrajit, Direktur PT Distribusi Voucher Nusantara Tbk, Dian Kurniadi Kasubdit Konflik Sosial Direktorat Analisis Badan Intelijen Negara Kombespol Barito Mulyo Ratmono. Selain itu, para dosen di kampus tersebut juga memaparkan materi dan pandangannya tentang Society 5.0.
“Seminar ini berupaya menjawab tantangan era revolusi industri 5.0. Agar kalangan akademisi tidak tertinggal dari Jepang karena Indonesia baru menapak era industri 4.0. Harapannya pemerintah juga bisa mendorong pebisnis untuk berbagi big data dan meningkatkan kerjasama inovasi baru,” jelasnya. (K35-37)