PURWOKERTO – Perguruan Tinggi (PT) negeri dan swasta, bakal diberi otonomi untuk membuka program studi (prodi) baru. Namun demikian, perguruan tinggi tersebut harus memiliki akreditasi A dan B.
Demikian diungkapkan Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud, Ade Erlangga Masdiana dalam sebuah acara di Purwokerto, baru-baru ini.
Dikatakan, program studi dapat diajukan bila ada kerja sama denganmitra perusahaan, organisasi nirlaba, institusi multilateral atau universitas top 100 rangking Quacquarelli Symonds (QS).
Contoh dari rekomendasi mitra yang dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi dalam pendirian program studi baru, di antaranya perusahaan multinasional (Perusahaan besar dunia yang masuk dalam daftar Fortune 500), perusahaan teknologi global.
Kemudian startup teknologi, organisasi multilateral (semua organisasi multilateral dan nirlaba kelas dunia, seperti PBB, Bank Dunia, ADB, USAID, dan lain-lain). Selanjutnya BUMN dan BUMD berskala besar di tingkat nasional dan provinsi.
Dia menjelaskan, kerja sama dengan organisasi mencakup dalam penyusunan kurikulum, praktik kerja, dan penempatan kerja.
Kementerian akan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan mitra prodi untuk melakukan pengawasan. Prodi baru tersebut otomatis akan mendapatkan akreditasi C.
“Prodi baru yang tengah diajukan oleh perguruan tinggi berakreditasi A dan B akan otomatis mendapatkan akreditasi C dari BAN-PT,” ujarnya.
Sementara untuk tracer study (studi pelacakan jejak lulusan/alumni untuk mengetahui outcome pendidikan dalam bentuk transisi dari dunia pendidikan tinggi ke dunia kerja), wajib dilakukan setiap tahun.
Erlangga menuturkan, situasi yang terjadi saat ini hanya perguruan tinggi negeri badan hukum yang mendapatkan kebebasan untuk membuka program studi baru.
Selain itu, selama ini proses perizinan prodi baru untuk perguruan tinggi swasta dan perguruan tinggi negeri nonbadan hukum memakan waktu yang lama. “Selain itu, prodi baru yang dibuka tersebut hanya mendapatkan akreditasi minimum (bukan C),” tuturnya. (H48-52)