BANYUMAS – Pemerintah Kabupaten Banyumas bakal mengembangkan Kecamatan Sokaraja menjadi kawasan kota perdagangan dan jasa. Namun di balik itu, wilayah yang pernah memiliki deretan galeri lukisan terpanjang se Asia Tenggara ini masih menyimpan sejumlah peninggalan sejarah.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Banyumas, Kresnawan Wahyu Kristoyo mengatakan, saat ini pihaknya tengah menyusun rencana detail tata ruang (RDTR) dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) kawasan perkotaan Sokaraja 2020-2040. Langkah ini bertujuan untuk mengembangkan tata wilayah di Kecamatan Sokaraja.
“Rencana detil tata ruang ini harus mampu menjawab isu-isu strategis yang melekat pada sekujur kawasan Sokaraja sebagai pembangunan berkelanjutan,” kata Kresnawan kepada Suara Banyumas, selepas acara diskusi publik RDTR dan KLHS di pendopo Kecamatan Sokaraja, Kamis (27/5/2021).
Dia menjelaskan, dari hasil konsultasi publik sebelumnya, terdapat sejumlah catatan persoalan. Di antaranya masalah sampah, pengairan, lalu lintas dan penataan pemukiman. Oleh karena itu, RDTR dan KLHS ini harus menjawab persoalan-persoalan tersebut.
Daerah Penyangga
Kasi Pemanfaatan Ruang pada Bidang Penataan Ruang Dinperkim, Muhammad Abdullah Tsani menambahkan, Sokaraja merupakan daerah penyangga Kota Purwokerto yang sangat strategis. Selain menjadi pintu masuk ke jantung kota, kawasan yang terkenal dengan getuk goreng dan soto ini ini memiliki nilai jual tersendiri.
“Dari sejarahnya Sokaraja berkembang pesat. Sejak ada pabrik gula Kalibagor, kemudian menjadi jalur simpul lalu lintas strategis dan akhirnya menjadikannya kota dagang,” katanya.
(Baca Juga: Kejayaan Lukisan Sokaraja Nyaris Tinggal Nama)
Tsani menjelaskan, rencana pembangunan terminal tipe C, jalur lingkar Sokaraja, kemudian kehadiran Bandara Jenderal Besar Sudirman di Purbalingga akan menjadi keuntungan bagi daerah ini. Baik dari sisi ekonomi maupun pembangunan berkelanjutan.
Ketua Banjoemas History and Heritage Community (BHHC), Jatmiko Wicaksono mengatakan, Kota Sokaraja memiliki sejarah yang cukup panjang. Hal ini jangan sampai dilupakan saat menyusun RDTR.
“Saya belum melihat dasar hukum UU nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya. Karena Sokaraja kota yang bersejarah dan masih ada peninggalannya. Jangan sampai kita lupa dengan itu. Juga Perda nomor 4 tahun 2015 tentang cagar budaya,” tandasnya.
Identitas Kota
Kota Sokaraja, kata dia, memiliki identitas yang melekat. Masyarakat mengenal kota ini dengan bangunan-bangunan tua yang ada di sekitarnya. Sebagai contoh, saluran irigasi di komplek PG Kalibagor yang sudah ada sejak tahun 1839. “Ini perlu direvitalisasi karena masih dimanfaatkan oleh masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyumas, Junaidi mengatakan, penyusunan RDTR perkotaan Sokaraja 2020-2040 akan menjadi acuan pembangunan dalam mengatur dan melihat kondisi lingkungan sekitarnya. Beberapa hal yang menjadi perhatian di antaranya penataan kawasan pasar, pedestrian dan lahan parkir.
“Di Sokaraja ini kan sudah ada industri rumah tangga, sebagai penggerak. Kita membangun dengan melihat kondisi eksisting, supaya masyarakat enggak sembrono tidak sporadis. Harapannya agar pembangunan ini saling terintergrasi dapat memajukan perdagangan dan jasa di Sokaraja,” ujarnya.
Camat Sokaraja, Lukman Nazarudin mengatakan, penataan kawasan Sokaraja ini sangat dibutuhkan pengembangan perkotaan. Namun, beberapa titik di kawasan tersebut membutuhkan perubahan dari zona hijau ke zona kuning.
“Masukan saya, di Sokaraja Wetan, kan sudah masuk kota. Kami harapkan yang di pinggir jalan itu (zona) kuning lah. Jadi itu tanah desa bisa produktif. Nanti akan dikelola oleh BUMDes, bisa bermanfaat. Sehingga desa tidak bergantung lagi dengan pusat (kabupaten),” katanya. (mg01-2)