SEJARAH kelam keracunan massal akibat konsumsi bongkrek hingga berujung pada kematian sejumlah warga Desa Dermaji, Kecamatan Lumbir, 1980-an seakan telah terlupa. Papan berisi Perda larangan jual beli bongkrek di pasar tradisional pun nyaris telah hilang.
Sejarah membuktikan, dage ataupun tempe bongkrek ini tetap digemari seluruh lapisan masyarakat. Peristiwa dramatis keracunan bongkrek itu terbilang hanya bisa dilihat di adegan pembuka dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
“Kalau saya mengenal bongkrek itu dage yang dicampuri kacang. Jadi konturnya terkadang agak lunak sedikit, namun ada gurih kacangnya. Sungguh enak ketika dibuat sambal bongkrek ataupun digoreng,” jelas Sutriyah, warga Cibangkong, Kecamatan Pekuncen.
Tak heran, dengan rasanya yang khas dibandingkan dengan dage secara umum, bongkrek sering menjadi kelangenan kalangan tertentu. Namun sekarang di pasaran lebih banyak memproduksi dage dibandingkan dengan bongkrek. Di masa lampau makanan ini akrab dibungkus menggunakan daun jati.
“Bedanya dengan dage, bongkrek itu pembuatannya sama seperti dage cuma ditambah irisan kacang tanah. Prosesnya lebih lama dan ditambah air sedikit sehingga lebih lembut, empuk dan gurih,” ujar Sitin (60), perajin tempe bongkrek asal Dusun Senthong, Desa Ciberung, Kecamatan Ajibarang.
Salah satu kecamatan yang kondang dengan makanan tradisional Banyumas ini adalah Kecamatan Ajibarang. Di Dusun Senthong, Desa Ciberung serta Dusun Tambakan, Desa Ajibarang Kulon hingga kini masih bisa ditemui perajin tempe, dage sekaligus bongkrek. Wilayah tersebu juga telah ditetapkan sebagai kawasan industri rakyat dage.
Kini, dage dinobatkan makanan ciri khas desa Ciberung dalam program One Village One Product (OVOP). Di Desa Ciberung ada 100 Kepala Keluarga yang bertahan memproduksi tempe, dage serta bongkrek. Usaha rakyat itu dilaksanakan untuk bertahan hidup dari generasi ke generasi. Mereka menjual tempe, dage dan bongkrek ini hingga ke wilayah Cilacap.
Makanan Pinggiran
Untuk memastikan higienitas makanan ini, para perajin semakin memperhatikan kebersihan dalam proses pembuatan makanan ini. Makanya mereka menampik jika dage atau tempe bongkrek itu makanan berbahaya.
Meski kerap dianggap makanan pinggiran dan tak bergizi, namun tempe, dage dan bongkrek telah menjadi salah satu suguhan dan makanan klangenan rakyat hingga pejabat.
“Kalau (keracunan tempe bongkrek tahun 1980-an) dulu itu mungkin karena sebab lain. Buktinya higga sekarang masih aman-aman saja (dikonsumsi),” jelas Wasem.
Sesuai dengan ingatan para perajin, kejadian keracunan itu bersamaan dengan meletusnya Gunung Galunggung Jawa Barat itu disebut pagebluk yang menyebarkan upas (racun).
Menurut peneliti dari Fakultas Biologi Unsoed, Sukanto M Kes, produk dage aman dikonsumsi, bahkan mengandung bahan nutrisi bergizi. Ia mengatakan, salah satu sumber gizi dari dage, berasal dari kapang yang tumbuh dari hasil fermentasi.
“Berdasarkan pengamatan dan identifikasi karakteristik, diperoleh tiga marga kapang jenis Mucor, dan tiga jenis Rhizopus,” ucapnya beberapa waktu lalu.
Adapun kapang jenis Mucor, meliputi Mucor hiemalis, M plumbeus, M racemosus, sedangkan marga Rhizopus meliputi, Rhizopus homothallic, R microsporus var cinensis, dan R microsporus var oligosporus. Kapang jenis M racemosus, dan R microsporus var cinensis, menurutnya merupakan kapang dage jenis unggul (inokulum unggul-red) yang dapat menghasilkan produk dage berkualitas, yang kaya protein, vitamin, dan senyawa antioksidan.
“Berdasarkan penelitian, kandungan gizi dage, bahkan lebih baik dari mi, dan tak kalah dengan yoghurt. Tapi dibanding dengan tempe kedelai memang masih kalah nilai gizinya,” jelasnya.
Namun ia tetap mengingatkan kepada perajin untuk tetap memperhatikan kebersihan saat proses pembuatan hingga pengemasan produk rakyat tersebut. Masyarakat juga diimbau tetap memilih dage yang aman sebelum mengkonsumsinya.
“Beberapa ciri tempe dage yang aman adalah tempe dage tampak putih mulus dipenuhi oleh pertumbuhan tenunan benang kapang tempe yang merata, beraroma khas tempe dage, serta teksturnya kompak tidak remah,” ujarnya.(Susanto-37)