BANYUMAS-Santri didorong untuk turut serta mengangkat literasi dan budaya pesantren yang kaya. Pasalnya khasanah literasi pesantren sejatinya adalah warisan ulama dan leluhur pendiri bangsa dan negara ini.
Ini mengemuka saat acara Talkshow Mata Laila yang mengambil tema Pesantren dan Literasi, di Aula PP. Ath-Thohiriyah Karangsalam, Banyumas. Acara berlangsung dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional, Kamis (22/10/2020).
Pengurus Lembaga Bahtsul Masail PCNU Banyumas, Muhammad Sa’dullah yang akrab dipanggil Gus Sakdun mengatakan banyak yang bisa ditulis oleh santri tentang pesantren. Jauh sebelum itu, para ulama dengan berbagai kajian disiplin ilmunya juga telah mengeluarkan aneka kitab yang tak hanya berguna bagi khasanah nilai keagamaan, kesusastraan, bahkan hingga berbagai kitab kajian berbagai pokok kehidupan manusia dunia akhirat.
“Sejauh ini, Pesantren adalah laboratorium literasi yang sangat komplit. Rujukan kitab dan beragam dimensi keilmuan ada. Hal itu sulit terbantahkan”, katanya.
Menurutnya, dalam khasanah kebahasaan, santri paham kitab Nahwu, Sharaf, Balaghah, yang begitu rinci mengulik rumus sebuah kata hingga kalimat. Tentu, rumusan itu, bisa digali untuk membuat puisi-puisi yang jauh lebih indah. Sejauh ini, sering kali santri lupa dengan khasanahnya.
“Misal, Kasidah Burdah karya Syekh Busiri, itu adalah Kitab Syair. Sebagaimana kita ketahui, Kasidah Burdah adalah syair-syair untuk Kanjeng Nabi. Kasidah Burdah bisa menjadi rujukan otoritatif perkara puisi. Belum lagi Abu Nawas, tokoh sufi yang mengenalkan Syi’iran indah”, lanjutnya.
(Baca Juga : Sastra Pesantren Harusnya Sentuh Hal Yang Universal )
Perlu Apresiasi
Wahyu Ceha, salah satu pengisi acara, juga menguraikan tentang perlunya apresiasi terhadap para Kyai, Ulama terkait warisan-warisan literasinya.
“Begitu juga, seringkali, santri lupa untuk menuliskan Kyai, Ulama yang mewariskan kitab-kitabnya. Banyak kitab-kitab para Kyai, Ulama kampung yang luput disentuh” ujarnya.
“Bahkan, sejauh ini, santri terseret jauh pada kajian luar pesantren. Sehingga, khasanah budaya pesantren makin tergerus dan hilang. Karena kurangnya tradisi santri mengenalkan khasanah budayanya pada dunia luar, khususnya Banyumas”, katanya.
“Misal, Mbah Samiun, pendiri Ponpes Ath-Thohiriyah, beliau menulis Kitab Makna Jejer, serta beberapa kitab lainnya. Namun, warisan letarasi ini luput dari apresiasi. Banyak sekali para Kyai, Ulama yang mewariskan karya literasi. Sejauh ini belum terungkap. Banyumas, memiliki Kyai, Ulama yang banyak menghasilkan karya-karya”, lanjutnya.
Para Kyai, Ulama yang mewariskan budaya literasi, luput dari perhatian dan apresiasi. Tentu, siapa lagi yang peduli dengan literasi Pesantren jika bukan para santri itu sendiri. Berharap orang luar pesantren peduli, tentu kurang menjamin. (san-3)