BANYUMAS – Bencana longsor terjadi di Kelurahan Arcawinangun Kecamatan Purwokerto Timur, Senin (19/09/2022) sekitar pukul 19.30. Selain merusak bangunan rumah warga, kejadian tersebut juga menyebabkan seorang lansia meninggal dunia karena tertimbun material.
Mengutip tulisan Idung Risdiyanto, dosen dan ilmuwan Institut Pertanian Bogor yang di unggah pada www.researchgate.net, ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya longsor, yakni faktor alam dan faktor manusia.
Faktor alam yang utama adalah geologi dan geomorfologi, iklim, sifat tanah, elevasi, dan lereng. Sedangkan faktor manusia adalah semua tindakan manusia yang dapat mempercepat terjadinya erosi dan longsor. Terutama dalam tindakan pengelolaan dan penggunaan lahan.
a. Faktor geologi dan geomorfologi.
Lereng-lereng terjal yang di pengaruhi struktur geologi seperti patahan, rekahan, lipatan, lebih rentan terhadap gejala longsor. Apalagi jika arah pelapisan batuan searah dengan kemiringan lereng dan terdapat patahan aktif.
Secara geomorfologi, tanah longsor memperlihatkan gawir (tebing terjal) berbentuk lurus-melengkung, lereng yang miring ke belakang, relief berbukit-bukit tak beraturan, serta adanya rekahan-rekahan dan kelurusan-kelurusan.
Baca Juga : Longsor Terjadi di Arcawinangun, Seorang Lansia Tertimbun
Di daerah yang rawan longsor biasanya kandungan airnya banyak, ada sungai yang terbendung atau terbelokkan. Indikasi lain adalah pola sebaran tanaman yang tidak beraturan akibat gerakan-gerakan tanah, termasuk tanaman yang tumbang dan mati.
b. Bahan induk tanah.
Sifat bahan induk tanah ditentukan oleh asal batuan dan komposisi mineralogi yang berpengaruh terhadap kepekaan erosi dan longsor. Di daerah pegunungan, bahan induk tanah di dominasi oleh batuan kokoh dari batuan volkanik, sedimen, dan metamorfik.
Tanah yang terbentuk dari batuan sedimen, terutama batu liat, batu liat berkapur atau marl dan batu kapur, relatif peka terhadap erosi dan longsor. Batuan volkanik umumnya tahan erosi dan longsor.
Ciri Lahan Pekan Longsor
Salah satu ciri lahan peka longsor adalah adanya rekahan tanah selebar > 2 cm dan dalam > 50 cm yang terjadi pada musim kemarau. Tanah tersebut mempunyai sifat mengembang pada kondisi basah dan mengkerut pada kondisi kering, yang di sebabkan oleh tingginya kandungan mineral liat tipe 2:1 seperti yang di jumpai pada tanah Grumusol (Vertisols).
Pada kedalaman tertentu dari tanah Podsolik atau Mediteran terdapat akumulasi liat (argilik) yang pada kondisi jenuh air dapat juga berfungsi sebagai bidang luncur pada kejadian longsor.
Baca Juga : Korban Longsor Berhasil Dievakuasi, 6 KK Dibawa ke Rumah Relokasi Cilongok
c. Curah hujan.
Curah hujan adalah salah satu unsur iklim yang besar perannya terhadap kejadian longsor. Air hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah dan menjenuhi tanah menentukan terjadinya longsor.
Hujan dengan curahan dan intensitas yang tinggi, misalnya 50 mm dalam waktu singkat (<1 jam), lebih berpotensi menyebabkan erosi dibanding hujan dengan curahan yang sama namun dalam waktu yang lebih lama (> 1 jam).
Namun curah hujan yang sama tetapi berlangsung lama (>6 jam) berpotensi menyebabkan longsor, karena pada kondisi tersebut dapat terjadi penjenuhan tanah oleh air yang meningkatkan massa tanah.
Intensitas hujan menentukan besar kecilnya erosi, sedangkan longsor ditentukan oleh kondisi jenuh tanah oleh air hujan dan keruntuhan gesekan bidang luncur.
d. Elevasi dan Kelerengan.
Elevasi adalah istilah lain dari ukuran ketinggian lokasi di atas permukaan laut. Lahan pegunungan berdasarkan elevasi dibedakan atas dataran medium (350-700 m dpl) dan dataran tinggi (>700 m dpl).
Badan Pertanahan Nasional menetapkan lahan pada ketinggian di atas 1000 m dpl dan lereng >45% sebagai kawasan usaha terbatas, dan diutamakan sebagai kawasan hutan lindung.
Sementara, Departemen Kehutanan menetap-kan lahan dengan ketinggian >2000 m dpl dan/atau lereng >40% sebagai kawasan lindung.
Lereng atau kemiringan lahan adalah salah satu faktor pemicu terjadinya longsor di lahan pegunungan. Peluang terjadinya longsor makin besar dengan makin curamnya lereng. Pada lereng >40% longsor sering terjadi, terutama disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi. Kondisi wilayah/lereng dikelompokkan sebagai berikut:
Datar : lereng <3%, dengan beda tinggi <2 m.
Berombak : lereng 3-8%, dengan beda tinggi 2-10 m.
Bergelombang : lereng 8-15%, dengan beda tinggi 10-50 m.
Berbukit : lereng15-30%, dengan beda tinggi 50-300 m.
Bergunung : lereng >30%, dengan beda tinggi >300 m.
Longsor sering terjadi di wilayah berbukit dan bergunung, terutama pada tanah berpasir (Regosol atau Psamment), Andosol (Andisols), tanah dangkal berbatu (Litosol atau Entisols), dan tanah dangkal berkapur (Renzina atau Mollisols).
Di wilayah bergelombang, intensitas longsor agak berkurang, kecuali pada tanah Podsolik (Ultisols), Mediteran (Alfisols), dan Grumusol (Vertisols) yang terbentuk dari batuan induk batu liat, napal, dan batu kapur dengan kandungan liat 2:1 (Montmorilonit) tinggi, sehingga pengelolaan lahan yang disertai oleh tindakan konservasi sangat diperlukan.
e. Jenis tanah.
Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur tanah menentukan besar kecilnya air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah bersolum dalam (>90 cm), struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air limpasan permukaan.
Baca Juga : Bagian Belakang Dua Rumah Warga Sumampir Ambruk
Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal, struktur padat, dan penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan sebagian besar menjadi aliran permukaan.
Faktor lain yang menentukan kelongsoran tanah adalah ketahanan gesekan bidang luncur. Ketahanan gesekan di tentukan oleh bentuk partikel.
Pada partikel berbentuk lempengan seperti liat, penambahan air mempercepat keruntuhan. Sebaliknya pada partikel berbentuk butiran seperti kuarsa dan feldspar, penambahan air memperlambat keruntuhan.(*-7)
Sumber : www.researchgate.net