BANJARNEGARA – Pemerintah mengeluarkan kebijakan Satu Data Indonesia (SDI) untuk menghindari kekacauan data yang disajikan oleh berbagai lembaga. Keberadaan data sangat penting sebagai dasar perencanaan yang terukur, logis, dan rasional dalam merancang suatu program.
Sekretaris Daerah Pemkab Banjarnegara Indarto mengatakan, pengelolaan data yang tidak profesional mengakibatkan data diperlakukan tidak semestinya. Akibatnya kualitas data menjadi rendah dan terjadi tumpang tindih antar lembaga. Kekacauan pengelolaan data ini disadari oleh Presiden, karena itu dikeluarkan Perpres No 39 Tahun 2019 tentang kebijakan Satu Data Indonesia.
“SDI diyakini akan memangkas ketidaksinkronan data atau tumpang tindih data yang sering terjadi antar lembaga pemerintah baik pusat maupun daerah,” kata Indarto, saat memberi sambutan pada Seminar Hari Statistik Nasional, Kamis (3/10).
Dikatakan, tidak adanya sinkronisasi data disebabkan pada referensi pengumpulan data yang dilakukan oleh lembaga yang belum terstandarisasi. Kehadiran kebijakan SDI menyatukan standarisasi pengelolaan data.
Selama ini untuk data inflasi, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, neraca perdagangan telah satu pintu dikelola oleh BPS. Namun untuk data sektoral seperti jumlah guru atau jumlah kendaraan dikumpulkan oleh Dinas Kominfo.
“Kelemahan pengelolaan data sektoral ini yang sekarang mau dibenahi melalui SDI supaya konsep, definisi dan metodologinya sama. Kerjasama yang apik diperlukan antara BPS dengan Dinas Kominfo sebagai wali data OPD dan lembaga di daerah,” katanya.
Kepala BPS Banjarnegara, Fachrudin Tri Ubajani mengatakan, untuk mewujudkan Satu Data Banjarnegara tidaklah mudah. Dibutuhkan adaptasi dan dukungan dari pengambil kebijakan karena data adalah komponen sangat penting di masa depan.
“Dalam membenahi data, Presiden menekankan agar berani membuat terobosan dan memangkas regulasi yang menghambat serta membangun kolaborasi antar lembaga dan tinggalkan ego sektoral,” tandasnya. (K36-37)