PANDEMI covid-19 tak menyurutkan semangat berliterasi pegiat komunitas literasi di wilayah Banyumas Raya . Terbukti di tengah pandemi mereka tetap menghasilkan karya pribadi ataupun kolektif. Salah satunya Komunitas Literasi Sastra Pinggiran yang baru saja meluncurkan sejumlah buku pada Kamis (29/10/2020) di Desa Kracak, Kecamatan Ajibarang, Banyumas.
Bertempat di halaman rumah pegiat komunitas tersebut, sekitar 30 orang anggota komunitas dari Banyumas, Banjarnegara, Cilacap dan Purbalingga hadir. Di tengah pandemi, mereka hadir dengan menaati protokol kesehatan yang ketat. Mereka menunjukkan selain semangat berliterasi, mereka juga aktif menjadi pelopor pelaku yang taat terhadap protokol kesehatan di masa pandemi.
“Momen ini memang sudah kami nantikan sejak lama karena sejak pandemi memang kita terpaksa kurangi aktivitas berkumpul. Namun di tengah kelonggaran, kita manfaatkan, meskipun dengan protokol kesehatan yang ketat,” kata Adiyanto, salah satu anggota komunitas yang berasal dari Purwokerto.
Maka sebelum acara dimulai para anggota yang datang langsung mencuci tangan di sejumlah tempat yang disediakan. Merekapun diukur suhu terlebih dulu dan diwajibkan memakai masker serta duduk dengan jarak aman. Baru setelah itulah acara peluncuran buku serta pembacaan puisi, serta tampilan seni lainnya dimulai.
“Ini bagian cara kami merawat semangat berliterasi di masa pandemi sejak Maret 2020 lalu. Selama beberapa bulan ini kami akhirnya bisa kumpulkan tulisan tentang kegelisahan kami menghadapi berbagai fenomena. Maka lahirlah antologi puisi Sastra Pinggiran 2 dan Ruang Sunyi yang menceritakan kondisi sepinya aktivitas sekolah karena pandemi,” jelas Sukristianti.
Kebetulan sejumlah anggota komunitas Sastra Pinggiran ini merupakan para pendidik dari tingkatan SD hingga SMA. Mereka berkomunitas untuk menyalurkan minat dan bakat mereka dalam menulis. Apalagi sebagai pendidik mereka juga dituntut untuk memberi keteladanan literasi kepada anak didiknya.
(Baca Juga : Gerakan Kepenulisan dari Pinggiran Makin Menggeliat )
“Selain menjadi kebiasaan dan tuntutan profesi, sejak dulu memang saya suka menulis. Makanya dengan berkomunitas, semangat berliterasi baik membaca maupun menulis ini tetap terjaga. Karena di sini kami saling memberikan dukungan. Apalagi bagi saya menulis menjadi bagian pelepas dahaga jiwa,” ujar Warsono, guru asal Gumilir, Cilacap didampingi Ahmad Mubarok, guru SD asal Rawalo.
Usai diadakan peluncuran dan doa bersama untuk kesehatan dan keselamatan di masa pandemi, para anggota komunitas yang hadir secara bergantian membaca puisi dengan berbagai macam gaya. Tak hanya itu, ada juga anak-anak dari anggota komunitas tersebut yang turut ambil bagian membaca puisi di tengah acara
peluncuran buku tersebut.
“Di ruang ini kami saling belajar mulai dari hal sederhana bagaimana membaca puisi hingga mengenalkan anak-anak kita kepada sastra dan literasi. Semoga ke depan komunitas dan ruang-ruang literasi seperti ini tetap ada dan semakin tumbuh sehingga bisa menjadi alternatif pembelajaran riil untuk generasi berikutnya,” ujar
Fera Seftiana, guru asal Pekuncen yang turut membawa serta anaknya.
Lintas Profesi
Selain para guru, komunitas literasi ini juga diikuti oleh sejumlah pegiat literasi dari sejumlah wilayah Banyumas. Meski mereka berasal dari lingkungan profesi mulai dari pembudidaya tanaman, aktivis sosial, penulis, penerbit hingga profesi lainnya, namun mereka bisa tersatukan oleh minat yang sama yaitu sastra.
(Baca Juga : Semua Harus Bersinergi Tingkatkan Budaya Baca )
“Ini menjadi bukti kalau literasi itu memang lintas usia, lintas profesi dan lintas hal lainnya. Dengan literasi kita semua saling disatukan. Apalagi hingga saat ini kita sering prihatin karena angka literasi di Indonesia masih rendah dibandingkan bangsa lainnya, ” ujar Mulyono atau Kang Mul, pembudidaya tanaman yang juga
suka konsern menulis soal macam varietas durian lokal dan situs warisan leluhur.
Selain lintas profesi, sejumlah anggota komunitas inipun terbilang patut diperhitungkan. Pasalnya di antara mereka sudah banyak yang telah memperoleh penghargaan literasi hingga tingkat nasional. Mereka tidak hanya menulis untuk kebutuhan jiwa, tetapi juga mau dan mampu berkompetisi dalam sejumlah ajang literasi. Merekapun sering turut serta meramaikan dalam ajang literasi di berbagai daerah bahkan hingga ikut even literasi mancanegara.
“Kalau bukan karena cinta literasi, maka apa lagi. Bagi kami menulis adalah kebutuhan. Apalagi dari menulis kita bertambah banyak saudara, memperluas jejaring dan sebagainya. Jadi menulis itu bukan semata hal praktis, tetapi filosofis bahkan teologis,” jelas Trisnatun, guru penulis yang juga Kepala SMP 1 Wangon
Selain buku antologi puisi, dalam acara itu juga diluncurkan sejumlah buku lainnya antara lain cerita lokalitas ‘Legenda Asal Usul Sungai Serayu, novelet Percik Prahara, catatan harian pengalaman buruh migran Nyanyian Cinta dari Negeri Sebrang’, ‘Dari Cidora Hingga Burung Dara’, kumpulan puisi ‘Catatan 1000 Hujan, Kumpulan
Seremoni Purnama, Novelet Maut dan Cinta, kumpulan esai ‘Bercermin Pada Pandemi’.
“Oktober ini memang identik dengan Bulan Bahasa, namun lebih dari itu kita memang menekankan kepada anggota komunitas untuk tetap menulis di bulan apapun. Karena menulis tak mengenal apapun, siapapun, kapanpun dan di manapun. Semangat berliterasi harus tetap ada, tak terkecuali di era pandemi ini,” kata Wanto Tirta, selaku tuan rumah acara yang kondang sebagai Presiden Geguritan.
(Baca Juga : Siapa Mau Jadi Penulis, Harus ‘Edan’ Membaca )
Jelang akhir acara, hujan turun dengan deras. Para anggota komunitas yang hadirpun mencari tempat berteduh, namun pembacaan puisi tetap berlangsung hingga usai. Acarapun diakhiri dengan doa bersama sekaligus foto bersama.
“Jangan berdekatan, ingat berfotopun harus jaga jarak. Jangan lupa pasca ini kita menulis lagi. Meski dari pinggiran kita tetap menulis. Semoga covid-19 cepat berlalu, tetapi semangat menulis jangan sampai berlalu. Semangat ya kawan-kawan. Salam Literasi,” begitulah penutup dari pembawa acara di tengah hujan turun mengakhiri acara. (Susanto-)